Shofiyullah Alkahfi alfiyah bab maful mutlaq

Karya asli shofiyullah Alkahfi

المفعول المطلق
(MAF’UL MUTLAQ)
مَدْلُوْلَيِ الْفِعْلِ كَأَمْـنٍ مِنْ أَمِنْ ۞ اْلمَصْدَرُ اسْمُ مَا سِوَى الزَّمَانِ مِنْ
Mashdar yaitu sesuatu selain zaman dari kedua madlulnya fi’il ,seperti lafadz أَمْـنٍ dari madzi : أَمِنْ
وَكَوْنُهُ أَصْـلاً لِهَذَيْنِ انْتُخِــــــبْ ۞ بِمِثْلِهِ أَوْ فِعْلٍ أَوْ وَصْفٍ نُصِــــبْ
Mashdar dinashabkan dengan sesamanya atau sesamanya atau fi’il atau sifat ,
Dan adanya mashdar sebagai asal keduanya adalah pendapat yang dipilih.
كَسِرْتُ سَيْرَتَيْنِ سَيْرَ ذِيْ رَشَدْ ۞ تَوْكِيْدًا أَوْ نَوْعًا يُبِيْنُ أَوْ عَــــــدَدْ
Mashdar berfaedah taukid atau nau’ atau adad ,seperti : سِرْتُ سَيْرَتَيْنِ سَيْرَ ذِيْ رَشَدْ
كَجِدَّ كُلَّ اْلجِدِّ وَافْرَحِ اْلجَــــــذَلْ ۞ وَقَدْ يَنُوْبُ عَنْهُ مَــــــــا عَلَيْهِ دَلّ
Terkadang lafadz yang sudah menunjukkan mashdar bisa mengganti mashdar,seperti : جِدَّ كُلَّ اْلجِدِّ وَافْرَحِ اْلجَذَلْ
وَثَـنِّ وَاجْمَـــــعْ غَيْـــــرَهُ وَأَفْـــــرِدَا ۞ وَمَــــــا لِتَوْكِيْــــدٍ فَوَحِّــــــدْ أَبَـــدَا
Adapun mashdar yang berfaedah taukid maka mufradkanlah selamanya,
Dan tasniyahkanlah ,jama’kanlah,dan mufradkanlah mashdar yang selainnya taukid
وَفِيْ سِـــوَاهُ لِدَلِيْــــــلٍ مُتَّسَــــــعْ ۞ وَحَذْفُ عَامِلِ الْمُؤَكِّــــدِ امْتَنَـــــعْ
Membuang amilnya mashdar yang mentaukidi amilnya hukumnya tercegah,dan pada selainnya hukumnya diperbolehkan

TERJEMAH TAQRIRAT  :
(ما سوى الزمان) yaitu hadats (pekerjaan)
(بمثله) seperti firman Allah SWT :
فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَؤُكُمْ جَزَاءً مَوْفُوْرًا (الإسراء 63)
(أو فعل) seperti :
وَ كَلَّمَ اللهُ مُوْسَى تَكْلِيْمًا (النساء 164)
(أو وصف) seperti :
وَ الصَّافَّاتِ صَفًّا (الصافات 1)
(أنتخب) karena setiap cabang menyimpan asal dan tambahan,sedangkan fi’il dan sifat ketika dinisbatkan pada mashdar , juga seperti itu
(توكيدا) seperti : سِرْتُ سَيْرًا
(عنه) Dalam nashabnya sebagai maf’ul mutlaq.
(و إفرح الجذل) Dan seperti : ضَرَبْتُ زَيْدًا سَوْطًا
Dan seperti :
فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمَانِيْنَ جَلْدَةً (النور 4)
Dan seperti :
سِرْتُ أَحْسَنَ السَّيْرِ (النور 4)
(فوحد أبدا) karena seperti menempati tempatnya mengulangi amil.dan fi’il bisa ditasniyahkan dan tidak dijama’kan.
(و ثن و إجمع ألخ) karena layak untuk demikian
(أمتنع) karena didatangkan untuk menguatkan amilnya ,dan menetapkan ma’nanya,dan membuang akan menghilangkan tujuan diatas
(لدليل) seperti ketika diucapkan pada orang yang bertanya : أَيَّ سَيْرٍ سِرْتَ  (bagaimana cara  berjalanmu ?)
diucapkan : سَيْرًا سَرِيْعًا  (berjalan dengan cepat)

Keterangan :
PENGERTIAN MASHDAR DAN MAF’UL MUTLAQ

مَدْلُوْلَيِ الْفِعْلِ كَأَمْـنٍ مِنْ أَمِنْ ۞ اْلمَصْدَرُ اسْمُ مَا سِوَى الزَّمَانِ مِنْ
Mashdar yaitu sesuatu selain zaman dari kedua madlulnya fi’il ,seperti lafadz أَمْـنٍ dari madzi : أَمِنْ

Pengertian mashdar
Kalimah fi’il menunjukkan 2 perkara ,yaitu :
1. Hadats (pekerjaan)
2. Zaman
Seperti contoh : قام  yang menunjukkan arti قيام  (berdiri) dan disebut hadats,dan juga menunjukkan makna berdiri pada zaman yang sudah lampau dan ini disebut zaman dan keduanya adalah madlulnya kalimah fi’il
Jadi ,mashdar adalah salah satu diantara dua madlulnya fi’il yang selain zaman yaitu hadats dan ini yang dimaksud dengan : إسْمُ مَا سِوَى الزَّمَانِ مِنْ مَدْلُوْلَيِ الْفِعْلِ
Ringkasnya mashdar adalah lafadz yang menunjukkan arti hadats (pekerjaan) tanpa disertai dengan zaman .seperti : أَمْنٍ
Pengertian maf’ul mutlaq
Maf’ul mutlaq adalah mashdar yang dibaca nashab ,maf’ul mutlaq dibagi menjadi 3,yaitu :
1. Yang mentaukidi amilnya
Seperti : ضَرَبْتُ ضَرْبًا     (saya memukul dengan sungguh)
2. Yang menjelaskan macam dari amil
Seperti : سِرْتُ سَيْرَ زَيْدٍ     (saya berjalan seperti berjalannya zaid)
3. Yang menjelaskan bilangannya amil
Seperti :  ضَرَبْتُ ضَرْبَتَيْنِ    (saya memukul dengan dua pukulan)
CATATAN
Diantara sederetan maf’ul,hanya maf’ul ini yang dinamakan maf’ul mutlaq,karena olehnya dia menjadi maf’ul tidak diqayyidi dengan huruf jar dan semisalnya,berbeda dengan maf’ul-maf’ul lain yang bisanya menjadi maf’ul ketika diqayyidi dengan huruf jar : لَهُ ؛ مَعَهُ ؛ فِيْهِ ؛ بِهِ .

FAEDAH
 Disebut maf’ul mutlaq karena tergolong maf’ul haqiqi yang pekerjaannya dikerjakan oleh fa’ilnya fi’il ,karena tidak ditemukan sesuatu dari fa’il kecuali hadats (pekerjaan).
 Mashdar juga disebut maf’ul mutlaq kalau memang pada tingkah nashab,
Seperti : ضَرَبْتُ ضَرْبَ عَمْرٍ
Tetapi jika selain nashab,seperti :
- Rafa’ : ضَرْبُكَ ضَرْبُ الْأَلِيْمِ
- Jar     : عَجِبْتُ مِنْ ضَرْبِ زَيْدٍ
Maka tidak disebut maf’ul mutlaq dan mashdar lebih umum dari maf’ul mutlaq.


AMILNYA MAF’UL MUTLAQ

وَكَوْنُهُ أَصْـلاً لِهَذَيْنِ انْتُخِــــــبْ ۞ بِمِثْلِهِ أَوْ فِعْلٍ أَوْ وَصْفٍ نُصِــــبْ
Mashdar dinashabkan dengan sesamanya atau sesamanya atau fi’il atau sifat ,
Dan adanya mashdar sebagai asal keduanya adalah pendapat yang dipilih.

Hukum maf’ul muthlaq adalah dibaca nashab,dan yang menashabkannya adalah 3 perkara :
1. Mashdar
Seperti : عَجِبْتُ مِنْ ضَرْبِكَ زَيْدًا ضَرْبًا شَدِيْدًا     (saya kagum atas pukulanmu terhadap zaid yang sungguh-sungguh pukulan)
2. Fi’il
Seperti : ضَرَبْتُ زَيْدًا ضَرْبًا     (saya memukul zaid dengan satu pukulan)
3. Sifat (wasf)
Seperti : أنَا الضَّارِبُ زَيْدًا ضَرْبًا    (saya yang memukul zaid dengan satu pukulan)

Tambahan
- Menurut qaul yang dipilih : mashdar merupakan asal bagi fi’il dan sifat dan pendapat ini adalah pendapat ulama’ bashrah.
- Menurut ulama’  kufah : fi’il adalah asal sedangkan mashdar tercetak dari fi’il.
- Menurut suatu qaum mashdar adalah asal dan fi’il tercetak dari mashdar dan sifat tercetak dari fi’il.
- Menurut ibnu thalhah keduanya (mashdar dan fi’il) merupakan asal dan tidak ada yang saling tercetak dari salah satunya.
Dan secara shahih adalah pendapat pertama,karena, setiap cabang pasti menyimpan asal dan tambahan,seperti
- Fi’il yang menyimpan mashdar (asal) dan zaman (tambahan) .
- Sifat yang menyimpan mashdar (asal) dan fa’il/pelaku (tambahan).

FAEDAH
 Yang dimaksud fi’il diatas adalah fi’il yang muttasharif bukan fi’il yang mulgha (yang tidak diamalkan) maka tidak bisa diucapkan : زَيْدٌ قَائِمٌ ظَنَنْتُ ظَنًّا .
 Af’al tafdhil dan sifat musyabihat tidak bisa dijadikan amil karena keduanya terbatas berbeda dengan kalimah fi’il.
 Yang mengatakan fi’il merupakan asal ,beralasan ,bahwa fi’il bisa beramal dalam mashdar.


KEADAAN MAF’UL MUTLAQ

كَسِرْتُ سَيْرَتَيْنِ سَيْرَ ذِيْ رَشَدْ ۞ تَوْكِيْدًا أَوْ نَوْعًا يُبِيْنُ أَوْ عَــــــدَدْ
Mashdar berfaedah taukid atau nau’ atau adad ,seperti : سِرْتُ سَيْرَتَيْنِ سَيْرَ ذِيْ رَشَدْ

Maf’ul muthlaq terdapat dalam 3 tingkah :
1. Mentaukidi amilnya
Seperti : ضَرَبْتُ ضَرْبًا    (saya memukul dengan sungguh-sungguh)
2. Menjelaskan macamnya amil
Seperti : سِرْتُ سَيْرًا حَسَنًا     (saya berjalan dengan baik)
3. Menjelaskan bilangan amil
Seperti : ضَرَبْتُ ضَرْبَةً     (saya memukul dengan sekali pukulan).

FAEDAH
 Mashdar yang menjelaskan macamnya amil adakalanya :
1. Dimudhafkan ,seperti : سِرْتُ سَيْرَ ذِيْ رَشَدٍ  (saya berjalan seperti jalannya orang yang benar)
2. Disifati ,seperti : سِرْتُ سَيْرًا حَسَنًا   (saya berjalan dengan jalan yang benar)
3. Terdapat AL ,seperti : سِرْتُ السَّيْرَ  (saya berjalan satu kali jalan).
 Yang dimaksud menjelaskan nau’  adalah menjelaskan macamnya amil yang mashdar menunjukkan atas keadaan / bentuk suatu pekerjaan seperti firman Allah SWT :
فَأَخَذْنَاهُمْ أَخْذَ عَزِيْزٍ مُقْتَدِرٍ (القمر 42)
Lalu kami adzab mereka sebagai adzab dari yang maha perkasa lagi  maha kuasa.
 Yang dimaksud menjelaskan bilangan adalah mashdar menunjukkan berapa kali pekerjaan itu dilakukan , seperti firman Allah SWT :
فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً (الحاقة 14)
Lalu keduanya dibenturkan dengan sekali benturan.


PENGGANTI MAF’UL MUTLAQ

كَجِدَّ كُلَّ اْلجِدِّ وَافْرَحِ اْلجَــــــذَلْ ۞ وَقَدْ يَنُوْبُ عَنْهُ مَــــــــا عَلَيْهِ دَلّ
Terkadang lafadz yang sudah menunjukkan mashdar bisa mengganti mashdar,seperti : جِدَّ كُلَّ اْلجِدِّ وَافْرَحِ اْلجَذَلْ

Mashdar / maf’ul mutlaq bisa diganti dengan salah satu dibawah ini :
1. كل .
Seperti : جِدَّ كُلَّ الْجِدِّ  (rajinlah dengan keseluruhan rajin)
Dan seperti firman Allah SWT :
فَلَا تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ (النساء 129)
Maka janganlah kamu cenderung dengan terlalu cenderung.
2. بعض.
Seperti : ضَرَبْتُ زَيْدًا بَعْضَ الضَّرْبِ    (saya memukul zaid dengan sebagian pukulan)
3. Lafadz yang sama dengan mashdar (muradhif)
Seperti : قَعَدْتُ جُلُوْسًا  (sungguh saya telah duduk)
            إفْرَحِ الْجَذَلَ  (gembiralah dengan gembira)
Lafadz جُلُوْسًا  dan الجَذَلَ  mengganti قُعُوْدًا  dan فَرَحًا karena sama dalam maknanya (muradhif)
4. Isim isyarah
Yang menurut sebagian qaum adalah isim isyarah yang disifati dengan mashdar,seperti : ظَنَنْتُ ذَاكَ الظَّنَّ
5. Dhamirnya mashdar
Seperti : ضَرَبْتُهُ زَيْدًا  maksudnya : ضَرَبْتُ الضَّرْبَ زَيْدًا
Dan firman Allah SWT :
لَا أُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِيْنَ (المائدة 115)
Maka aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah aku timpakan kepada seorangpun diantara umat manusia.
6. Bilangannya mashdar
Seperti : ضَرَبْتُهُ عِشْرِيْنَ ضَرْبَةً  (saya memukul zaid dengan 3 kali pukulan)
Dan firman Allah SWT :
فَإجْلِدُوْهُمْ ثَمَانِيْنَ جَلْدَةً (النور 4)
Maka deralah mereka (yang menuduh )dengan 80 kali dera.

7. Alatnya mashdar
Seperti : ضَرَبْتُهُ  سَوْطًا  asalnya : ضَرَبْتُهُ ضَرْبَ سَوْطٍ
Dibuanglah mudhaf (ضرب) dan ditempatkanlah mudhaf ilaih (سوط) pada tempatnya mudhaf.


FAEDAH
 Dan juga lafadz yang bisa mengganti mashdar adalah : nama suatu benda (ismu ain) seperti dalam firman Allah SWT :
وَ اللهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا (نوح 17)
Dan allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya.
Lafadz نَبَاتًا  yang merupakan nama dari tumbuhan yang berupa padi atau sejenisnya yang menggantikan posisi mashdar إنباتا  dalam menjadi maf’ul muthlaq.

Dan juga bisa mengganti adalah mashdar dari fi’il lain seperti dalam firman Allah SWT :
وَ تَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيْلًا (المزمل 8)
Dan beribadahlah kepadaNYA dengan penuh ketekunan.
Lafadz تَبْتِيْلًا  yang merupakan mashdar dari fi’il بَتَّلَ  menggantikan mashdar تَبَتُّلًا  dalam maf’ul muthlaq.
 Begitu pula isim mashdar ,juga bisa menggantikan posisi mashdar ,seperti contoh : إِغْتَسَلْتُ غُسْلًا .

TASNIYAH DAN JAMA’NYA MAF’UL MUTLAQ

وَثَـنِّ وَاجْمَـــــعْ غَيْـــــرَهُ وَأَفْـــــرِدَا ۞ وَمَــــــا لِتَوْكِيْــــدٍ فَوَحِّــــــدْ أَبَـــدَا
Adapun mashdar yang berfaedah taukid maka mufradkanlah selamanya,
Dan tasniyahkanlah ,jama’kanlah,dan mufradkanlah mashdar yang selainnya taukid

Tidak boleh mentasniyahkan atau menjama’kan mashdaryang mentaukidi amilnya akan tetapi wajib berbentuk mufrad, seperti contoh : ضَرَبْتُ ضَرْبًا  alasan kenapa wajib mufrad adalah karena mashdar mengganti tempatnya fi’il dan fi’il tidak bisa ditasniyahkan ataupun dijama’kan.
Adapun selain  mashdar yang mentaukidi,yaitu mashdar yang menjelaskan macam amil dan mashdar yang menjelaskan bilangan,maka boleh ditasniyahkan dan dijama’kan.
1. Mashdar yang menjelaskan macam amil
Mashdar ini bisa ditasniyahkan dan dijama’kan ketika macamnya berbeda-beda ,seperti : سِرْتُ سَيْرَيْ زَيْدٍ الْحَسَنَ وَ الْقَبِيْحَ  (saya berjalan seperti dua cara jalannya zaid yaitu baik dan buruk).

Dan seperti dalam alquran : 
وَ تَظُنُّوْنَ بِالله الظُّنُوْنَا (الأحزاب 10)
Dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam prasangka.
2. Mashdar yang menjelaskan bilangan amil
Dalam mashdar ini tidak ada khilaf dalam mentasniyahkan atau mejama’kan,seperti contoh : ضَرَبْتُ ضَرْبَتَيْنِ ؛ ضَرَبْتُ ضَرْبَاتٍ

FAEDAH
 Menurut imam sibawaih secara qiyas tidak boleh mentasniyahkan atau menjama’kan mashdar nau’ dan itu tergolong sima’i dan pendapat ini dipilih oleh imam syalaubin.

PEMBUANGAN AMILNYA MASHDAR

وَفِيْ سِـــوَاهُ لِدَلِيْــــــلٍ مُتَّسَــــــعْ ۞ وَحَذْفُ عَامِلِ الْمُؤَكِّــــدِ امْتَنَـــــعْ
Membuang amilnya mashdar yang mentaukidi amilnya hukumnya tercegah,dan pada selainnya hukumnya diperbolehkan

Tidak boleh membuang mashdar yang mentaukidi amilnya ,karena mashdar didatangkan untuk menetapkan dan menguatkan amilnya sehingga membuangnya akan menghilangkan tujuan tersebut,seperti contoh : ضَرَبْتُ ضَرْبًا زَيْدًا  tidak bisa diucapkan ضَرْبًا زَيْدًا
Dan mashdar yang tidak mentaukidi amilnya boleh dibuang karena ada sesuatu yang menunjukkan pembuangan tersebut,sesuatu tersebut adakalanya secara :
- Jawaz
Seperti ketka ada yang bertanya أيَّ سَيْرٍ سِرْتَ   (berjalanmu seperti siapa?) kemudian dijawab سَيْرَ زَيْدٍ   yang taqdirnya : سِرْتُ سَيْرَ زَيْدٍ
Amilnya (سِرْتُ) dibuang karena ada qarinah berupa istifham.
Sedangkan pembuangan secara wajib akan diterangkan pada bait selanjutnya.

FAEDAH
 Lafadz ضَرْبًا زَيْدًا  yaitu mashdar yang menjadi ganti dari fi’il amar yang asalnya إضْرِبْ زَيْدًا  bukan tergolong membuang amil mashdar yang mentaukidi,karena lafadz ضَرْبًا زَيْدًا  tergolong mashdar yang mengganti fi’il amar.dan tidak bisa dikumpulkan antara mashdar dan fi’il amar menjadi : إضْرِبْ ضَرْبًا زَيْدًا .




مِنْ فِعْلِــــــهِ  كَنَدْلاً نِاللَّذْ  كَانْدُلاَ ۞ وَالْحَذْفُ حَتْمٌ مَـــــعَ آتٍ  بَــــدَلاَ
Pembuangan mashdar itu wajib ketika mashdar datang sebagai pengganti dari fi’ilnya ,seperti contoh : نَدْلاً نِاللَّذْ  كَانْدُلاَ
عَامِلُــــهُ يُحْــــــذَفُ حَيْـــــثُ عَـنَّا ۞ وَمَــــــا لِتَفْصِـيْـــــلٍ كَإِمَّــــــا مَـنَّا
Adapun mashdar yang digunakan mentafshil jumlah sebelumnya seperti : إِمَّــــــا مَـنَّا
maka amilnya dibuang secara wajib
نَائِـــــبَ فِعْـلٍ لاِسْمِ عَيْنٍ نِاسْتَنَدْ ۞ كَذَا مُكَـرَّرٌ وَ ذُوْ حَصْـــــرٍ وَرَدْ
Begitu pula ketika mashdar diulang-ulang dan ketika mashdar dihasr yang  mengganti dari fi’il yang disandarkan pada isim dzat
لِنَفْسِــــهِ أَوْ غَـيْـــــرِهِ فَالْمُبْتَــــــدَا ۞ وَ مِنْــــهُ مَـا يَدْعُوْنَـــــهُ مُؤَكِّــــــدَا
Termasuk mashdar yang wajib dibuang adalah mashdar yang mentaukidi amilnya atau selainnya,maka yang pertama adalah
وَالثَّانِ كَابْنِيْ أَنْتَ حَقًّــــا صِرْفَـــــا ۞ نَحْـــــوُ لَــــــهُ عَلَــــيَّ أَلْفٌ عُـرْفَا
Seperti contoh : لَــــــهُ عَلَــــيَّ أَلْفٌ عُـرْفَا
Dan yang kedua seperti : ابْنِيْ أَنْتَ حَقًّــــا
كَلِيْ بُكًا بُكَـــــاءَ ذَاتِ عُضْلَــــــةْ ۞ كَذَاكَ ذُو التَّشْبِيْهِ  بَعْدَ جُمْلَــــــةْ
Begitu pula mashdar yang mempunyai makna serupa yang jatuh setelah jumlah ,seperti : لِيْ بُكًا بُكَـــــاءَ ذَاتِ عُضْلَــــــةْ

TERJEMAH TAQRIRAT  :
(و الحذف حتم ألخ) karena tidak diperbolehkan mengumpulkan pengganti dan yang diganti
(كندلا اللذ كأندلا) dan seperti : حَمْدًا وَ شُكْرًا وَ سَمْعًا وَ طَاعَةً
(لتفصيل) pada aqibahnya jumlah sebelumnya,dan jumlah itu seperti firman Allah SWT :
حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوْهُمْ فَشُدُّوْا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَ إِمَّا فِدَاءً (محمد 4)
Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan.
Taqdirnya فَإِمَّا تَمُنُّوْنَ مَنًّا وَ إِمَّا تَفْدُوْنَ فِدَاءً
(يحذف) karena sebagai ganti dari mengucapkan amilnya mashdar
(كذا مكرر و ذو حصر) seperti : أنْتَ سَيْرًا سَيْرًا
Dan إنَّمَا أَنْتَ سَيْرًا
Karena pengulangan sebagai ganti dari melafadzkan/mengucapkan amil dan hasr adalah ganti dari pengulangan (tikrar)
(مؤكدا) yaitu yang jatuh setelah  jumlah yang menjelaskan maknanya sendiri , maka ,seperti menempati pengulangan jumlah.
(أو غيره) yaitu yang jatuh setelah jumlah yang memungkinkan pada selain mashdar dengan kemungkinan yang dekat maka jumlah itu menjadi jelas dan menjadi bekas dalam jumlah
(بعد جملة) yang memuat maknanya mashdar dan fa’ilnya yang jumlah tidak layak untuk beramal. 

Keterangan :
PEMBUANGAN WAJIB
مِنْ فِعْلِــــــهِ  كَنَدْلاً نِاللَّذْ  كَانْدُلاَ ۞ وَالْحَذْفُ حَتْمٌ مَـــــعَ آتٍ  بَــــدَلاَ
Pembuangan mashdar itu wajib ketika mashdar datang sebagai pengganti dari fi’ilnya ,seperti contoh : نَدْلاً نِاللَّذْ  كَانْدُلاَ

Amilnya mashdar ,  wajib dibuang dalam beberapa tempat ,yaitu :
1. Mashdar yang mengganti fi’ilnya yang secara qiyasi terdapat pada :
a. Amar
Seperti contoh : نَدْلًا    yang menjadi ganti أنْدُل  dalam syi’ir :
عَلَى حِيْنِ أَلْهَى النَّاسَ جُلُّ أُمُوْرِهِمْ   *  فَنَدْلًا زُرَيْقُ الْمَالَ نَدْلَ الثَّعَالِبِ
Pada masa manusia dibuat lupa sebab banyaknya perkara  maka wahai zuraiq ambillah dengan cepat harta itu,secepat musang.
b. Nahi
Seperti contoh : قِيَامًا لَا قُعُوْدًا  berdirilah jangan duduk
Taqdirnya قُمْ وَ لَا تَقْعُدْ
c. Do’a
Seperti contoh : سُقْيًا لَكَ  taqdirnya adalah سَقَاكَ اللهُ    semoga allah menyiramimu.


CATATAN
 Dan sedikit sekali membuang amilnya mashdar dan menempatkan mashdar pada tempatnya dalam fi’il yang menunjukkan makna khabar,seperti : أفْعَلُ وَ لَا كَرَامَةً    saya bekerja dan saya tidak memuliakan  taqdirnya و أكْرِمُكَ كَرَامَةً

عَامِلُــــهُ يُحْــــــذَفُ حَيْـــــثُ عَـنَّا ۞ وَمَــــــا لِتَفْصِـيْـــــلٍ كَإِمَّــــــا مَـنَّا
Adapun mashdar yang digunakan mentafshil jumlah sebelumnya seperti : إِمَّــــــا مَـنَّا
maka amilnya dibuang secara wajib

Amilnya mashdar juga wajib dibuang ketika memerinci pada akibat dari jumlah yang datang sebelumnya,seperti firman Allah SWT :
حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوْهُمْ فَشُدُّوْا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَ إِمَّا فِدَاءً (محمد 4)
Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan.
Lafadz مَنًّا  dan فِدَاءً  keduanya adalah mashdar yang dibaca nashab oleh fi’il yang dibuang secara wajib taqdirnya – و الله أعلم -  : فَإِمَّا تَمُنُّوْنَ مَنًّا وَ إِمَّا تَفْدُوْنَ فِدَاءً.

FAEDAH
 Yang dimaksud akibat jumlah adalah faedah yang dihasilkan dari jumlah sama halnya yang berupa thalab seperti contoh diatas
Atau berupa khabar seperti : أفْعَلُ وَ لَا  كَرَامَةً .
 Makna lafadz فِدَاءً  adalah : penggantian secara kontan (tebusan). 

نَائِـــــبَ فِعْـلٍ لاِسْمِ عَيْنٍ نِاسْتَنَدْ ۞ كَذَا مُكَـرَّرٌ وَ ذُوْ حَصْـــــرٍ وَرَدْ
Begitu pula ketika mashdar diulang-ulang dan ketika mashdar dihasr yang  mengganti dari fi’il yang disandarkan pada isim dzat

Begitu pula wajib membuang amilnya mashdar ,ketika mashdar mengganti pada khabar yang berupa fi’il yang disandarkan pada mubtada’ yang berupa isim dzat,yaitu ketika mashdarnya :
1. Diulang – ulang
Seperti : زَيْدٌ سَيْرًا سَيْرًا
Taqdirnya : زَيْدٌ يَسِيْرُ سَيْرًا
Lafadz يَسِيْرُ  dibuang secara wajib karena olehnya menempati mashdar yang berulang.
2. Mashdarnya dihasr
Seperti contoh : مَا زَيْدٌ إِلَّا سَيْرًا   taqdirnya إلَّا يَسِيْرُ سَيْرًا 
                        إنَّمَا زَيْدٌ سَيْرًا    Taqdirnya إلَّا يَسِيْرُ سَيْرًا

Maka dibuanglah lafadz يَسِيْرُ  secara wajib karena ada hasr yang berfaedah taukid yang menempati tempatnya pengulangan.

FAEDAH
 Apabila mashdar tidak dihasr  dan tidak ditikrar maka tidak wajib membuang seperti : زَيْدٌ سَيْرًا   maka bisa diucapkan : زَيْدٌ يَسِيْرُ سَيْرًا  Atau membuangnya.

لِنَفْسِــــهِ أَوْ غَـيْـــــرِهِ فَالْمُبْتَــــــدَا ۞ وَ مِنْــــهُ مَـا يَدْعُوْنَـــــهُ مُؤَكِّــــــدَا
Termasuk mashdar yang wajib dibuang adalah mashdar yang mentaukidi amilnya atau selainnya,maka yang pertama adalah
وَالثَّانِ كَابْنِيْ أَنْتَ حَقًّــــا صِرْفَـــــا ۞ نَحْـــــوُ لَــــــهُ عَلَــــيَّ أَلْفٌ عُـرْفَا
Seperti contoh : لَــــــهُ عَلَــــيَّ أَلْفٌ عُـرْفَا
Dan yang kedua seperti : ابْنِيْ أَنْتَ حَقًّــــا

Termasuk mashdar yang amilnya wajib dibuang adalah :
1. Mashdar muakkid linafsihi
Yaitu :
هُوَ الْوَاقِعُ بَعْدَ جُمْلَةٍ لَا تَحْتَمِلُ غَيْرَهُ
Yaitu mashdar yang jatuh setelah jumlah yang tidak ada kemungkinan selain mashdar.

Seperti contoh : لَهُ عَلَيَّ أَلْفٌ عُرْفًا  (saya punya hutang pada zaid dengan pengakuan)
Lafadz عُرْفًا  yaitu إعْتِرَافًا  adalah mashdar dibaca nashab oleh fi’il yang dibuang secara wajib dan taqdirnya : أعْتَرِفُ إِعْتِرَافًا
Dikatakan muakkid linafsihi karena isinya pengakuan mempunyai hutang sama dengan أعْتَرِفُ إِعْتِرَافًا  maka amilnya mashdar wajib dibuang karena mashdar menempati tempatnya mengulangi jumlah yang merupakan mashdar itu sendiri.
2. Mashdar muakkid lighairihi
Yaitu :
هُوَ الْوَاقِعُ بَعْدَ جُمْلَةٍ تَحْتَمِلُهُ وَ تَحْتَمِلُ غَيْرَهُ
Yaitu mashdar yang jatuh setelah jumlah yang memungkinkan mashdar dan memungkinkan pada selain mashdar.

Seperti contoh : إبْنِي أَنْتَ حَقًّا  (anakku yang sebenarnya adalah kamu)
Ucapan إبْنِي أَنْتَ  memungkinkan adalah anak secara haqiqi atau secara majaz ,kemudian setelah diberi lafadz حقًّا  maka jumlah menjadi jelas bahwa yang dimaksud adalah anak secara haqiqi  maka tergolong mentaukidi selain mashdar.
Dan taqdirnya adalah : أحّقُّهُ حَقًّا .

FAEDAH
 Seperti : إبْنِي أَنْتَ حَقًّا  adalah : لَا اَفْعَلُهُ الْبَتَّةَ  (saya tidak akan pernah melakukannya) jumlah memungkinkan tetapnya nafi atau tidak tetapnya dan lafadz البَتَّةَ  menghilangkan kemungkinan tidak tetapnya nafi dan menjadi menetapkan nafinya.


كَلِيْ بُكًا بُكَـــــاءَ ذَاتِ عُضْلَــــــةْ ۞ كَذَاكَ ذُو التَّشْبِيْهِ  بَعْدَ جُمْلَــــــةْ
Begitu pula mashdar yang mempunyai makna serupa yang jatuh setelah jumlah ,seperti : لِيْ بُكًا بُكَـــــاءَ ذَاتِ عُضْلَــــــةْ

Begitu pula wajib membuang amilnya mashdar yang dituju tasybih (menyerupakan) yang jatuh setelah jumlah yang memuat fa’ilnya mashdar dalam makna.
Seperti : لِزَيْدٍ صَوْتٌ صَوْتَ حِمَارٍ   (zaid mempunyai suara yang seperti suaranya himar)
Lafadz صَوْتَ حِمَارٍ  adalah mashdar yang mempunyai makna serupa (tasybih) yang dinashabkan oleh fi’il yang wajib dibuang dan taqdirnya adalah : يُصَوِّتُ صَوْتَ حِمَارٍ   dan sebelumnya terdapat jumlah  yaitu لِزَيْدٍ صَوْتٌ  yang memuat fa’ilnya يُصَوِّتُ   secara makna yaitu : زَيْدٌ
Begitu pula contoh : لِيْ بُكًا بُكَاءَ ذَاتِ  عُضْلَةٍ   (saya menangis seperti tangisannya wanita yang dilarang menikah).

FAEDAH
 Jika maknanya tidak huduts maka bukan maf’ul muthlaq dan wajib dibaca rafa’ menjadi badal,seperti : لَهُ ذُكَاءٌ ذُكَاءَ الْحُكَمَاءِ  (iya memiliki kecerdasan seperti kecerdasan para cendekiawan) . 
 Dan jika tidak didahului jumlah maka wajib dibaca rafa’ ,seperti : صَوْتُهُ صَوْتُ حِمَارٍ  (suaranya seperti suara himar. )

Komentar

  1. جزاكم الله خيرا كثيرا semoga Allah selalu melindungi memberi manfaat dan menjadikan kita lebih mencintai agama Nya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofiyullah alkahfi alfiyah bab fail

Shofiyullah alkahfi alfiyah bab tanazu'