Shofiyullah alkahfi alfiyah bab tanazu'

Karya asli shofiyullah Alkahfi

التنازع
(TANAZU’)
TERJEMAH TAQRIRAT
Tanazu’adalah ketika dua amil atau lebih - berhadap-hadapan dan salah satunya tidak saling mentaukidi yang lain – pada ma’mul satu yang terletak setelah kedua amil tersebut.

قَبْلُ فَلِلْوَاحِـــــدِ مِنْهُمَــا الْعَمَـــــلْ ۞ إِنْ عَامِلاَنِ اقْتَضَيَا  فيِ اسْمٍ عَمَلْ
Ketika terdapat dua amil yang saling menuntut dalam amal pada ma’mul maka salah satu amil yang beramal.
وَاخْتَارَ عَكْسًــــا غَيْرُهُمْ ذَا أَسْــرَةْ ۞ وَالثَّانِ أَوْلىَ عِنْــــدَ أَهْلِ الْبَصْـرَةْ
Dan amil kedualah yang beramal menurut ulama’ bashrah dan selainnya basrah (kufah) memilih sebaliknya (amil awal)
تَنَازَعَــــاهُ وَالْتَــــزِمْ مَـــــا  الْتُـزِمَــــا ۞ وَأَعْمِلِ الْمُهْمَــــلَ فيِ ضَمِيْرِ مَـــــا
Dan amalkanlah lafadz yang muhmal dalam dhamirnya lafadz yang diperebutkan dan tetapkanlah apa (hukum) yang telah ditetapkan.
وَ قَدْ بَغَـــــى وَاعْتَـدَيــــَا عَبْــــدَاكَ ۞ كَيُحْسِـنَـــــانِ وَيُسِــــيْءُ ابْـنَــــاكَ
Seperti lafadz : يُحْسِـنَـــــانِ وَيُسِــــيْءُ ابْـنَــــاكَ
Dan lafadz قَدْ بَغَـــــى وَاعْتَـدَيــــَا عَبْــــدَاكَ

TERJEMAH TAQRIRAT  :
(عاملان) baik keduanya berupa :
- Fiil keduanya
- Isim keduanya
- Isim dan fi’il
(عمل) rafa’ atau nashab atau yang satu rafa’ dan yang satu nashab.
(العمل) contoh yang mengamalkan amil pertama adalah :seperti : قَامَ وَ قَعَدَا  أَخَوَاكَ
Dan contoh yang mengamalkan amil kedua adalah : قامَا وَ قَعَدَ أَخَوَاكَ  
(و الثاني أولى) karena dekatnya amil yang kedua
(عكسا) karena terletak lebih dahulu
(و أعمل) secara wajib apabila sesuatu yang didhamiri tergolong sesuatu yang wajib disebutkan seperti fa’il. 
(و إلتزم ما ألتزم) yaitu cocoknya dhamir pada dhahir dalam mufrad mudzakar dan kedua cabangnya,
Dan membuang fudhlah dan menetapkan umdah dan wajib membuang dhamir dalam sebagian tingkah dan mengakhirkan dhamir dalam sebagian tingkah yang lain.


Keterangan :
PENGERTIAN TANAZU’
قَبْلُ فَلِلْوَاحِـــــدِ مِنْهُمَــا الْعَمَـــــلْ ۞ إِنْ عَامِلاَنِ اقْتَضَيَا  فيِ اسْمٍ عَمَلْ
Ketika terdapat dua amil yang saling menuntut dalam amal pada ma’mul maka salah satu amil yang beramal.

Tanazu' adalah
التَّنَازُعُ عِبَارَةٌ عَنْ تَوَجُّهِ عَامِلَيْنِ إِلَى مَعْمُوْلٍ وَاحِدٍ
Tanazu' adalah olehnya berhadap-hadapan atau berebutnya dua amil pada satu Ma'mul

Seperti contoh : ضَرَبْتُ وَ أَكْرَمْتُ زَيْدًا  (saya memukul dan saya memuliakan zaid)
Dua amil ini adakalanya
- Keduanya fi'il seperti :
آتُوْنِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطرًا (الكهف 96)
Berilah aku tembaga yang mendidih itu agar ku tuangkan diatas besi panas itu.
- Keduanya berupa isim, seperti :
جِئْتُ مُكْرِمًا وَ مُحْسِنًا مِنْ نَظْرِكَ
Kamu datang dengan memuliakan dan berbuat baik kepada orang yang melihat kamu
- Keduanya berbeda seperti : هَاؤُمُ أقْرَؤُوا كِتَابِيَهْ

Dan tanazu' juga terdapat pada tiga amil dan Ma'mulnya lebih dari satu seperti contoh dalam hadits :
تُسَبِّحُوْنَ وَ تُكَبِّرُوْنَ وَ تَحْمِدُوْنَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَ ثَلَاثِيْنَ
Mereka bertasbih bertakbir dan bertahmid setiap setelah shalat sebanyak 33
Terdapat tiga amil yang berebut dua Ma'mul yaitu dharaf : دبر  dan mashdar ثلاثا
Dikecualikan dari yang tidak mentaukidi adalah amil kedua mentaukidi amil pertama, seperti seperti dalam syiir yang tidak diketahui penyairnya secara pasti
أتَاكِ اتَاكِ اللَّاحِقُوْنَ  إحْبِسِ إحْبِسِ
  أتاك أتاك Amil yang kedua mentaukidi amil pertama seandainya tergolong bab tanazu' maka diucapkan أتاك أتوك  atau أتوك أتاك  .

FAEDAH
- Tanazu' tidak terdapat pada kalimah huruf karena lemahnya huruf dan huruf juga tidak bisa disimpan dan disimpan adalah termasuk syarat dua amil yang saling berebutan amal.
- Dan juga tidak terdapat pada lafadz yang Jamid, karena dalam tanazu' terdapat pemisah antara amil dan Ma'mul dan Jamid tidak bisa memisah keduanya dikarenakan lemahnya Jamid.

AMIL YANG BERAMAL
وَاخْتَارَ عَكْسًــــا غَيْرُهُمْ ذَا أَسْــرَةْ ۞ وَالثَّانِ أَوْلىَ عِنْــــدَ أَهْلِ الْبَصْـرَةْ
Dan amil kedualah yang beramal menurut ulama’ bashrah dan selainnya basrah (kufah) memilih sebaliknya (amil awal)

Semua ulama' sepakat bahwa salah satu diantara dua amil yang berebut pasti ada yang beramal ulama' berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama beramal :
- Menurut ulama' bashrah
Yang lebih utama beramal adalah amil yang kedua karena dekatnya amil dengan Ma'mul
- Menurut ulama' kufah
Yang lebih utama beramal adalah amil yang pertama karena disebutkan terlebih dahulu

FAEDAH
- Ulama' khilaf hanya pada keutamaan mana yang beramal bukan dalam asal dibolehkannya satu amil yang diperbolehkan karena sudah didengar dari orang arab bahwa salah satu pasti beramal.
- Disamping alasan ulama' bashrah diatas (dekatnya amil) juga terdapat alasan lain yaitu selamat dari athaf sebelum sempurnanya mathuf alaih.
- Contoh dalam alquran : هَاؤُمُ أقْرَؤُوا كِتَابِيَه  mendukung pendapat ulama' bashrah karena kalau yang beramal yang pertama pasti dibaca هَاؤُمُ أقْرَؤُوهُ كِتَابِيَه.

AMALNYA LAFADZ MUHMAL

تَنَازَعَــــاهُ وَالْتَــــزِمْ مَـــــا  الْتُـزِمَــــا ۞ وَأَعْمِلِ الْمُهْمَــــلَ فيِ ضَمِيْرِ مَـــــا
Dan amalkanlah lafadz yang muhmal dalam dhamirnya lafadz yang diperebutkan dan tetapkanlah apa (hukum) yang telah ditetapkan.
وَ قَدْ بَغَـــــى وَاعْتَـدَيــــَا عَبْــــدَاكَ ۞ كَيُحْسِـنَـــــانِ وَيُسِــــيْءُ ابْـنَــــاكَ
Seperti lafadz : يُحْسِـنَـــــانِ وَيُسِــــيْءُ ابْـنَــــاكَ
Dan lafadz قَدْ بَغَـــــى وَاعْتَـدَيــــَا عَبْــــدَاكَ

Ketika salah satu dari kedua amil itu beramal pada isim dhahir maka isim yang lain diihmalkan (tidak beramal) dan amil yang muhmal beramal pada dhamirnya yang ruju yang sesuai Ma'mulnya seperti :
- Ulama' bashrah :
يُحْسِنَانِ وَ يُسِيْئُ إبْنَاكَ
Amil yang kedua يسئ  beramal pada isim dhahir dan amil yang pertama يحسنانberamal pada dhamir alif yang ruju' pada إبْنَاكَ

- Ulama' kufah يحسن و يسيئان إبناك 
Amil yang pertama يحسن  beramal pada isim dhahir dan amil yang kedua يسيئان  beramal pada isim dhamir alif yang ruju' pada إبْنَاكَ

(و إلتزم ما ألتزما) dan tetapkanlah apa yang telah ditetapkan pada Ma'mul yaitu
- Sesuai dengan isim dhahirnya
- Wajib menetapkan perkara yang umdah (pokok)
- Diperbolehkan membuang dhamir.

FAEDAH
 Dan kedua pendapat yang paling shahih adalah pendapat dari ulama' bashrah seperti dalam kitab :

و الصَّحِيْحُ مَذْهَبُ الْبَصْرِيِّيْنَ لِأَنَّ إِعمَالَ الثَّانِي فِي كَلَامِ الْعَرَبِ أَكْثَرَ مِنْ إعْمَالِ الْأَوَّلِ ذِكْرُ ذَلِكَ سِيْبَوَيْهِ
Menurut qaul shahih adalah pendapat dari ulama' bashrah karena mengamalkan amil yang kedua dalam kalamnya orang arab lebih banyak dibanding mengamalkan yang pertama pendapat ini diusung oleh imam sibawaih.
 Isim isim yang menyerupai fi'il yang boleh beramal dalam bab tanazu' adalah :
1.isim fa'il
2.isim maf'ul
3.isim mashdar
4.isim fi'il
5.mashdar.

بِمُضْمَــــــرٍ لِغَيْرِ رَفْـــــــــعٍ أُوْهِـلاَ ۞ وَلاَ تَجِئْ مَـــــعْ أَوَّلٍ قَدْ أُهْمِــــــلاَ
Tidak boleh memasang dhamir selain rafa’ bersama dengan amil yang pertama tidak diamalkan / diihmalkan
وَأَخِّـرَنْهُ إِنْ يَكُــــنْ هُوَ الْخَبَـــــرْ ۞ بَلْ حَذْفَهُ الْزَمْ إِنْ يَكُنْ غَيْرَ خَبَرْ
Akan tetapi wajib membuang dhamir tersebut apabila asalnya bukan khabar
Tapi bila asalnya adalah mubtada’ khabar maka wajib diakhirkan
لِغَيْرِ مَــــا يُطَابِــــــقُ الْمُفَـسِّـــــرَا ۞ وَأَظْهِـرْ إِنْ يَكُـــــنْ ضَمِيْرٌ خَبَـــرَا
Wujudkanlah pada mafulnya fiil yang tidak diamalkan menjadi isim dhamir apabila dhamirnya mahal nashab menjadi khabar dari selainnya mubtada’ yang sesuai dengan tafsirannya
زَيْدًا وَ عَمْـــــرًا أَخَوَيْنِ فيِ الرَّخَـا ۞ نَحْوُ أَظُــــــنُّ وَ يَظُـنَّانِيْ أَخَـــــــا
Seperti : نَحْوُ أَظُــــــنُّ وَ يَظُـنَّانِيْ أَخَـــــــا
زَيْدًا وَ عَمْـــــرًا أَخَوَيْنِ فيِ الرَّخَـا

TERJEMAH TAQRIRAT  :
(إلزم ) karena saat itu posisinya sebagai fudhlah maka tidak dibutuhkan untuk menyimpannya sebelum menyebutkannya .
(غير خبر) dan selain maf’ul awalnya ,seperti : ضَرَبْتُ وَ ضَرَبَنِي زَيْدٌ
(إن يكن هو الخبر) karena dibaca nashab jadi tidak perlu didhamirkan sebelum disebutkan
dan umdah maka tidak dibuang ,seperti : كُنْتُ وَ كَانَ زَيْدٌ قَائِمًا إيَّاهُ
dan وَ ظَنَّنِي وَ ظَنَنْتُ زَيْدًا عَالِمًا إيَّاهُ
dan ظَنَنْتُ مُنْطَلِقَةٌ وَ ظَنَّتْنِي مُنْطَلِقًا هِنْدٌ إيَّاهَا
(إن يكن ضميرا خبر ) dan tidak boleh membuang dhamir karena tergolong umdah dan tidak boleh menyimpan dhamir karena tidak ada muthabaqah.
(نحو أظن و يظناني ) karena seandainya diucapkan : أظُنُّ وَ يَظُنَّانِي إِيَّاهُ زَيْدًا وَ عَمْرًا أَخَوَيْنِ
Untuk menjaga yang dikhabari maka dhamirnya tidak mencocoki pada lafadz أخوين
Dan seandainya diucapkan : أظُنُّ وَ يَظُنَّانِي إيَّاهُمَا زَيْدًا وَ عَمْرًا
Karena menjaga lafadzz yang ditafsiri maka tidak mencocoki yang dikhabari


Keterangan :
MEMBUANG DAN MENGAKHIRKAN DHAMIR
بِمُضْمَــــــرٍ لِغَيْرِ رَفْـــــــــعٍ أُوْهِـلاَ ۞ وَلاَ تَجِئْ مَـــــعْ أَوَّلٍ قَدْ أُهْمِــــــلاَ
Tidak boleh memasang dhamir selain rafa’ bersama dengan amil yang pertama tidak diamalkan / diihmalkan
وَأَخِّـرَنْهُ إِنْ يَكُــــنْ هُوَ الْخَبَـــــرْ ۞ بَلْ حَذْفَهُ الْزَمْ إِنْ يَكُنْ غَيْرَ خَبَرْ
Akan tetapi wajib membuang dhamir tersebut apabila asalnya bukan khabar
Tapi bila asalnya adalah mubtada’ khabar maka wajib diakhirkan

Dijelaskan bahwa salah satu dari dua amil tersebut beramal pada isim dhahir maka yang lain tidak diamalkan  (muhmal) dan nantinya beramal pada dhamir yang sesuai dengan isim dhahir yang diperebutkan dan dhamir tersebut wajib disebutkan apabila tergolong umdah seperti fa'il atau naibul fa'il.
Dan dalam bait ini diterangkan ketika dhamir tersebut tergolong dhamir selain rafa' (nashab atau jar) maka hukumnya sebagai berikut :
1.Wajib dibuang
Ketika yang awal diihmalkan dan yang kedua diamalkan dan asalnya dhamir bukan khabar.
Seperti contoh:
a.Nashab ضَرَبْتُ وَ ضَرَبَنِي زَيْدٌ   (saya memukul zaid dan zaid memukulku)
Tidak boleh diucapkan ضَرَبْتُهُ وَ ضَرَبَنِي زَيْدٌ
Dhamir wajib dibuang karena fudhlah maka tidak membutuhkan dhamir sebelum disebutkan
Dan ini yang dimaksud dengan (و لا تَجِيئ مَعْ أوَّل قد أهملا)
b.Jar
Seperti contoh : مَرَرْتُ وَ مَرَّ بِي زَيْدٌ  (saya berjalan bertemu zaid dan zaid berjalan bertemu saya)
Tidak boleh diucapkan : مَرَرْتُ بِهِ وَمَرَّبِي زَيْدٌ

2. Wajib disebutkan
Ketika yang kedua diihmalkan dan amil yang pertama diamalkan maka wajib menyebutkan dhamir, seperti :
- Nashab : ضَرَبَنِي وَ ضَرَبْتُهُ زَيْدٌ
- Jar : مَرَّبِي وَ مَرَرْتُ بِهِ زَيْدٌ
Tidak boleh diucapkan : ضَرَبَنِي وَ ضَرَبْتُ زَيْدٌ
مَرَّبِي وَ مَرَرْتُ بِهِ زَيْدٌ
3. Wajib diakhirkan
Ketika yang diihmalkan pertama dan amil yang diamalkan kedua, dan asalnya adalah khabar seperti : ظَنَّنِي وَ ظَنَنْتُ زَيْدًا قَائِمًا إيَّاهُ  (zaid menyangka saya berdiri dan saya menyangka zaid berdiri)
Dan contoh كُنْتُ وَ كَانَ زَيْدٌ قَائِمًا إيَّاهُ
  إياه Tidak boleh ditemukan dengan amil yang pertama كنت ؛ ظننت  karena belum disebutkan dan tidak boleh dibuang karena umdah.

4. Boleh muttasil dan munfashil
Ketika yang diihmalkan kedua dan yang diamalkan awal maka boleh muttasil dan munfashil seperti contoh : ظَنَنْتُ وَ  ظَنَّنِيْهِ زَيْدًا قَائِمًا
Bisa diucapkan : ظَنَنْتُ وَ ظَنَّنِي إيَّاهُ زَيْدًا قَائِمًا
Dan contoh : كَانَ زَيْدٌ وَ كُنْتُهُ قَائِمًا
Bisa diucapkan : كَانَ زَيْدٌ وَ كُنْتُ إيَّاه قَائِمًا




MENJADIKAN DHAMIR SEBAGAI ISIM DHAHIR
لِغَيْرِ مَــــا يُطَابِــــــقُ الْمُفَـسِّـــــرَا ۞ وَأَظْهِـرْ إِنْ يَكُـــــنْ ضَمِيْرٌ خَبَـــرَا
Wujudkanlah pada mafulnya fiil yang tidak diamalkan menjadi isim dhamir apabila dhamirnya mahal nashab menjadi khabar dari selainnya mubtada’ yang sesuai dengan tafsirannya
زَيْدًا وَ عَمْـــــرًا أَخَوَيْنِ فيِ الرَّخَـا ۞ نَحْوُ أَظُــــــنُّ وَ يَظُـنَّانِيْ أَخَـــــــا
Seperti : نَحْوُ أَظُــــــنُّ وَ يَظُـنَّانِيْ أَخَـــــــا
زَيْدًا وَ عَمْـــــرًا أَخَوَيْنِ فيِ الرَّخَـا

Ketika dhamir mahal nashab yang asalnya menjadi khabar dari selain  mubtada’ yang sesuai dengan lafadz yang menjelaskannya ,maka didhahirkanlah dhamir tersebut.
Seperti contoh :
أَظُــــــنُّ وَ يَظُـنَّانِيْ أَخَـــــــا زَيْدًا وَ عَمْـــــرًا أَخَوَيْنِ فيِ الرَّخَـا
Keterangan contoh :
Lafadz زَيْدًا  sebagai maful awal أظن
Lafadz عمرا  sebagai ma’thuf
Lafadz أخوين  sebagai maful keduanya أظن
Lafadz ya’ dalam يظناني  adalah maful awalnya lafadz يظناني
Dan ketika maf’ul tsani  diwujudkan berupa dhamir dan diucapkan :
أظُنُّ وَ يَظُنَّانِي إِيَّاه زَيْدًا وَ عَمْرًا أخَوَيْنِ

Maka dhamir إياه  hanya sesuai dengan lafadz yang asalnya mubtada’ yaitu ya’ (sama – sama mufrad) tetapi ruju’nya dhamir tidak sesuai mufassirnya yaitu lafadz أخوين  yang berupa isim tasniyah
Dan hukumnya tidak boleh ketika mufassir dan mufassar beda

Dan apabila diucapkan
أظُنُّ وَ يَظُنَّانِي إِيَّاهُمَا زَيْدًا وَ عَمْرًا أخَوَيْنِ
Yaitu dhamirnya ditasniyahkan إياهما  supaya sesuai dengan mufassirnya أخوين  ,maka tidak sesuai dengan lafadz yang asalnya mubtada’ yaitu ya’ yang mufrad.

Komentar

  1. Mantab banget opa buku kitab nya sy mau beli
    Mahon hubungi saya klou ad 085104044473

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofiyullah alkahfi alfiyah bab fail

Shofiyullah Alkahfi alfiyah bab maful mutlaq