Shofiyullah alkahfi Nakiroh dan ma'rifat

Karya asli shofiyullah alkahfi

النكرة و المعرفة
(Nakirah dan Makrifat)

أَوْ وَاقِـعٌ مَوْقِعَ مَـــــا قَدْ ذُكِــــــرَا ۞ نَكِــــــرَةٌ قَـابِـــــلُ أَلْ مُـؤَثِّـــــــرَا
Nakirah adalah isim yang menerima AL yang membekasi,atau isim yang jatuh pada tempatnya isim yang menerima AL
وَ هِنْدَ وَ ابْنِيْ وَ الْغُـلاَمِ وَ الَّذِيْ ۞ وَ غَيْرُهُ مَعْـرِفَـــــةٌ كَهُــــــمْ وَذِيْ
Dan selain itu adalah isim ma’rifat ,seperti : هُــــــمْ dan ذِيْ  dan هِنْدَ dan ابْنِيْ dan  الْغُـلاَمِ  dan الَّذِيْ
كَأَنْتَ وَ هُوَ سَــــــمِّ بِالضَّمِـيْـــــرِ ۞ فَمَـــا لِذِيْ غَيْبَـــــةٍ أَوْ حُضُـــــوْرِ
Adapun yang menunjukkan ghaibah atau hudur seperti : أَنْتَ  dan  هُوَ maka namakanlah dengan isim dhamir
وَ لاَ يَلِـيْ إِلاَّ اخْـتِيَـــــارًا أَبَــــــدَا ۞ وَ ذُو اتِّصَالٍ مِنْهُ  مَـا  لاَ  يُبْتَدَا
Dhamir muttashil adalah yang tidak bisa dibuat permulaan ,dan tidak bisa jatuh setelah إِلاَّ dalam tingkah ikhtiyar
وَالْيَاءِ وَالْهَا مِنْ سَلِيْهِ مَـــــا مَلَكْ ۞ كَالْيَاءِ وَ الْكَافِ مِنِ  ابْنِيْ أَكْرَمَكْ
Seperti ya’ dan kafnya dari lafadz ابْنِيْ أَكْرَمَكْ
Dan ya’ dan ha’ dari lafadz سَلِيْهِ مَـــــا مَلَكْ
وَلَفْظُ مَا جُرَّ كَلَفْظِ مَا نُصِـــــبْ ۞ وَكُلُّ مُضْمَـــرٍ لَـهُ الْبِـنَـــا يَجِـــــبْ
Setiap isim dhamir wajib mabni ,dan dhamir yang dibaca jar seperti dhamir yang dibaca nashab.

TERJEMAH TAQRIRAT  :
(مؤثرا) Yaitu mema'rifatkan seperti lafadz : رَجُلٌ  dan فَرَسٌ
(موقع ما قد ذكر) Seperti lafadz yang tidak menerima AL ,akan tetapi lafadz jatuh menempati tempatnya isim yang menerima AL yaitu lafadz صاحب
(كهم) Adalah contoh bagi isim dhamir
(و ذي) Adalah contoh bagi isim isyarah
(و هند) Adalah contoh bagi isim alam
(و إبني) Adalah contoh bagi lafadz yang dimudhafkan pada isim ma'rifat
(و الغلام) Adalah contoh bagi isim yang dimasuki AL
(و الذي) Adalah contoh bagi isim maushul
(لذي غيبة) Yaitu sesuatu yang diletakkan untuk menunjukkan makna ghaibah yang disebutkan terlebih baik secara
- Lafadz, seperti : إنْ جَاءَنِي زَيْدٌ أَكْرَمْتُهُ
- Ma'na seperti : إعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
- Hukum seperti :  خَافَ رَبَّهُ عُمَرُ  karena hukumnya fa'il sebelum maf'ul
(ما لا يبتدا) dengan memerhatikan kaedah - kaedah bahasa arab walaupun mungkin menjadikannya mubtada', secara aqal.
(إختيارا أبدا) Dan terkadang dhamir muttasil mengiri dalam keadaan dharurat seperti ucapan syair :
أَعُوْذُ بِرَبِّ الْعَرْشِ مِنْ فِئَةٍ بَغَتْ * عَلَيَّ فَمَا لِي عَوْضُ إلَّاهُ نَاصِرُ
   Aku berlindung kepada ALLAH tuhan yang menguasai arsy dari golongan yang berbuat aniaya padaku, bagi ku tidak ada penolong selain allah selamanya

Dan ucapan syair :
وَ مَا نُبَالِي إِذَا مَا كُنْتَ جَارَتَنَا  *  أنْ لَا يُجَاوِرَنَا إلَّاكِ دَيَّارُ

    Aku tidak memperdulikan ketika kamu menjadi tetanggaku yaitu ketika tidak ada seseorangpun yang bertetangga denganku kecuali engkau.
(يجب) Karena olehnya menyerupai dhamir pada huruf dalam asal penciptaannya karena jumlah paling banyak isim dhamir adalah 1 huruf atau dua huruf dan yang lainnya disamakan.

(كلفظ ما نصب) Walaupun beda harokat seperti :
- إنَّكَ ؛ بِكَ
- إنَّهُ ؛ لَهُ
- إنِّي ؛ بِي
- ضَرَبْتُهُ ؛ بِهِ

PENGERTIAN ISIM NAKIRAH 
أَوْ وَاقِـعٌ مَوْقِعَ مَـــــا قَدْ ذُكِــــــرَا ۞ نَكِــــــرَةٌ قَـابِـــــلُ أَلْ مُـؤَثِّـــــــرَا
Nakirah adalah isim yang menerima AL yang membekasi,atau isim yang jatuh pada tempatnya isim yang menerima AL

Isim nakirah yaitu isim yang menerima AL yang menyebabkannya menjadi isim ma’rifat,seperti : فَرَسٌ ؛ رَجُلٌ ؛ قَمَرٌ ؛ شَمْسٌ  ,setelah kemasukan AL menjadi الفَرَسُ ؛ الرَجُلُ ؛ القَمَرُ ؛ الشَمْسُ  atau isim yang jatuh pada tempatnya isim yang menerima AL ,yaitu :
1. ذِي  Yang mempunyai makna صاحِب
2. مَن  Yang mempunyai makna إنْسَان
3. مَا  Yang mempunyai makna شَيْءٌ
4. صَهٍ  Yang mempunyai makna سُكُوْتًا  yang menjadi ganti dari أسْكُتْ
5. مَهٍ  Yang mempunyai makna إنْكِفَافًا   yang menjadi ganti dari إنْكَفِفْ.
Kelima lafadz diatas tidak bisa menerima Al akan tetapi makna-maknanya bisa menerima Al, maka juga tergolong isim nakirah.
Catatan :
 Jika terdapat lafadz yang dimasuki Al tidak menyebabkan kema’rifatannya,maka tidak dikatakan isim nakirah ,seperti Al yang masuk pada isim alam : الْحَسَنُ ؛ الْعَبَّاسُ  keduanya adalah isim ma’rifat sebelum kemasukan AL.
FAEDAH
 Isim nakirah merupakan asal dan isim ma’rifat adalah cabang dikatakan asal karena isim nakirah dalam menunjukkan makna tidak membutuhkan qarinah,berbeda dengan isim ma’rifat yang membutuhkan qarinah.
 Lafadz النكرة و المعرفة  adalah isim jinis bagi isim nakirahdan ma’rifat,dan النكرة و المعرفة  bukan alam / nama.
 Isim nakirah yang paling nakirah adalah  :
- مَذْكُوْرٌ  .
- مُحْدَثٌ .
- جَوهَرٌ .
- جِسْمٌ .
- نَامٌ .
- حَيَوَانٌ .
- إنْسَانٌ  .
- رَجُلٌ .
- عَالِمٌ  .
Satu lafadz dari kesemuaan semakin keatas semakin nakirah,seperti :
كُلّ عَالِمٍ رَجُلٌ وَ كُلّ رَجُلٍ إِنْسَانٌ وَ كُلُّ إنْسَانٍ حَيَوَانٌ وَ كُلُّ حَيَوَانٍ نَامٌ وَ كُلُّ نَامٍ جِسْمٌ وَ كُلُّ جِسْمٍ جَوْهَرٌ وَ كُلُّ جَوْهَرٍ مُحْدَثٌ وَ كُلُّ مُحْدَثٍ مَذْكُوْرٌ.
 Kebanyakan dalam isim nakirah adalah mu’rab dan kebanyakan isim ma’rifat adalah mabni.

PENGERTIAN ISIM MA’RIFAT
وَ هِنْدَ وَ ابْنِيْ وَ الْغُـلاَمِ وَ الَّذِيْ ۞ وَ غَيْرُهُ مَعْـرِفَـــــةٌ كَهُــــــمْ وَذِيْ
Dan selain itu adalah isim ma’rifat ,seperti : هُــــــمْ dan ذِيْ  dan هِنْدَ dan ابْنِيْ dan  الْغُـلاَمِ  dan الَّذِيْ

Isim ma’rifat adalah selain isim yang menerima AL atau selain isim yang menempat-nempati isim yang bisa menerima AL ringkasnya isim ma’rifat yaitu selain isim nakirah,seperti contoh : زَيْدٌ  dan عمْرٌو  .
Dalam nadzam ,mushannif memberitahukan bahwa isim ma’rifat yaitu :
1. Isim dhamir ,seperti : هُمْ
2. Isim isyarah ,seperti : ذِيْ
3. Isim alam ,seperti : هِنْدِ
4. Isim yang mudhaf,seperti : إبْنِيْ
5. Isim yang kemasukan AL,seperti : الغُلَامُ
6. Isim maushul,seperti : الَّذِي
Urutan Yang paling ma’rifat dari kesemuaan isim ma’rifat adalah :
1. Isim dhamir
2. Isim alam
3. Isim isyarah
4. Isim maushul
5. Kemasukan AL
6. Sedangkan derajat isim yang dimudhafkan sama dengan derajat isim yang dimudhafi.
FAEDAH
 Pengertian isim ma’rifat sdah dicukupkan dengan pengertian isim nakirah ,didalam kitab tashil diterangkan :
barang siapa yang menjelaskan isim ma’rifat ,maka tidak akan sampai pada penjelasan yang tepat.
 Lafadz yang paling ma’rifat diantara isim – isim ma’rifat adalah lafadz jalalah الله ,kemudian dhamir yang kembali pada lafadz jalalah,kemudian baru isim dhamir dan seterusnya.
 Dalam kitab Audhahul masalik isim ma’rifat berjumlah 7 dengan menambahkan munada muayyan (munada nakirah maqsudah),seperti : يَا زَيْدُ
 Mudhaf bisa berfaedah ma’rifat,kecuali lafadz yang dimudhafkan pada lafadz غَيْر  dan مِثْلُ  ,seperti : جَاءَ غَيْرُ زَيْدٍ ؛ جَاءَ مِثْلُ زَيْدٍ

ISIM DHAMIR
كَأَنْتَ وَ هُوَ سَــــــمِّ بِالضَّمِـيْـــــرِ ۞ فَمَـــا لِذِيْ غَيْبَـــــةٍ أَوْ حُضُـــــوْرِ
Adapun yang menunjukkan ghaibah atau hudur seperti : أَنْتَ  dan  هُوَ maka namakanlah dengan isim dhamir

Isin dhamir adalah isim yang menunjukkan makna ghaibah seperti : هُوَ  ,atau menunjukkan makna hudur yang dibagi dua : mukhatab ,seperti : أَنْتَ   dan mutakalim ,seperti : أنَا

FAEDAH
 Isim dhamir dan isim mudhmar mempunyai pengertian yang sama.
 Isim dhamir adalah istilah ulama’ bashrah sedangkan ulama’ kufah menyebutnya dengan kinayah atau makni (yang dikinayahi).

PENGERTIAN DHAMIR
Pengertian ghaibah adalah :
الغَيْبَةُ هِيَ حَيْلُوْلَةُ الْحَاجِبِ بَيْنَ الْحُضُوْرِ وَ غَيْرِهِ
Keadaan ghaibah adalah menghalang-halanginya sesuatu  yang menghakang-halangiantara hadir dan selainnya.
Sedangkan pengertian ghaib adalah :
الغَائِبُ هُوَ شَخْصٌ غَيْرُ مُتَكَلِّمٍ وَ لَا مُخَاطَبٍ
Ghaib adalah seseorang yang bukan mutakalim dan juga bukan mukhatab.
Seperti contoh : هُوَ  (dia lk) هِيَ  (dia pr)
Dan pengertian mutakalim adalah :
الْمُتَكَلِّمِ هُوَ مَنْ يَحْكِي عَنْ نَفْسِهِ
Mutakalim yaitu seseorang yang menceritakan dirinya sendiri
Seperti contoh : أنَا  (saya) نَحْنُ  (kita)
Dan pengertian mukhatab adalah :
الْمُخَاطَبُ هُوَ الَّذِيْ تَوَجَّهَ إِلَيْهِ الْخِطَابُ
Mukhatab yaitu seseorang yang berhadapan atau menghadapi  pembicaraan.
Seperti contoh : أنْتَ  (kamu lk) أنْتِ  (kamu pr)
Untuk mukhatab dan mutakalim disebut dengan dhamir khudur,karena penyandangnya sudah pasti harus hadir waktu pengucapan (pembicaraan).

FAEDAH
 Posisi marji’ Dhamir ghaib disebutkan didepan,baik secara :
1. Lafadz : إنْ جَاءَنِي زَيْدٌ أَكْرَمْتُهُ
2. Ma’na : إعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
3. Hukum : خَافَهُ رَبَّهُ عُمَرُ   (karena hukumnya fa'il sebelum maf'ul).

PEMBAGIAN DHAMIR
Dhamir dibagi atas dua bagian :
1. Bariz yang dibagi menjadi dua :
a. Muttasil ,seperti : ضَرَبْتُ
b. Munfashil ,seperti : أنَا
2. Mustatar yang dibagi menjadi dua :
a. Mustatir wujub ,seperti : قُمْ أَيْ أَنْتَ
b. Mustatir jawaz ,seperti : زَيْدٌ قَامَ أيْ هُوَ
Dan yang pertama (dhamir bariz muttashil) dijelaskan oleh mushannif dalam keterangan selanjutnya.
DHAMIR MUTTASHIL

وَ لاَ يَلِـيْ إِلاَّ اخْـتِيَـــــارًا أَبَــــــدَا ۞ وَ ذُو اتِّصَالٍ مِنْهُ  مَـا  لاَ  يُبْتَدَا
Dhamir muttashil adalah yang tidak bisa dibuat permulaan ,dan tidak bisa jatuh setelah إِلاَّ dalam tingkah ikhtiyar
وَالْيَاءِ وَالْهَا مِنْ سَلِيْهِ مَـــــا مَلَكْ ۞ كَالْيَاءِ وَ الْكَافِ مِنِ  ابْنِيْ أَكْرَمَكْ
Seperti ya’ dan kafnya dari lafadz ابْنِيْ أَكْرَمَكْ
Dan ya’ dan ha’ dari lafadz سَلِيْهِ مَـــــا مَلَكْ
Dhamir muttashil adalah :
وَ هُوَ الَّذِي لَا يَصْلُحُ لِأًنْ يُبْتَدَاءُ بِهِ وَ لَا يَصْلُحُ لِأَنْ يَلِيَ إلَّا أيْ يَقَعُ بَعْدَهَا
Yaitu dhamir yang tidak patut untuk dibuat permulaan dan tidak patut mengiringi إلَّا maksudnya tidak bisa jatuh setelah إلَّا .
Dhamir muttashil adalah dhamir yang tidak bisa dibuat permulaan dan juga tidak bisa jatuh setelah إلَّا.
Mushannif memberikan contoh dengan kaf dan ya’ dari lafadz إبْنِي أَكْرَمَكَ ,karena kaf adalah dhamir muttashil maka tidak bisa dibuat permulaan,jadi tidak bisa dikatakan : كَ رَجُلٌ عَالِمٌ  , dan juga tidak bisa jatuh setelahnya إلَّا  dalam tingkah ikhtiyar (tidak dalam keadaan dharurat) jadi tidak bisa dikatakan : مَا أكْرَمْتُ إلَّاكَ
Dalam salah satu syi’ir terdapat dhamir muttashil yang jatuh setelah إلَّا  akan tetapi dihukumi syadz,yaitu :
أَعُوْذُ بِرَبِّ الْعَرْشِ مِنْ فِئَةٍ بَغَتْ * عَلَيَّ فَمَا لِي عَوْضُ إلَّاهُ نَاصِرُ
   Aku berlindung kepada ALLAH tuhan yang menguasai arsy dari golongan yang berbuat aniaya padaku, bagi ku tidak ada penolong selain allah selamanya.
Dhamir ha’ pada lafadz إلَّاهُ  adalah dhamir muttashil yang jatuh setelah إلَّا dalam keadaaan dharurat syi’ir,dan secara penggunaan dallam tingkah ikhtiyar tidak diperbolehkan,karena secara qiyas (peraturan) dhamir yang jatuh setelah إلَّاهُ  adalah dhamir munfashil.
Dan juga dalam syi’ir :

وَ مَا نُبَالِي إِذَا مَا كُنْتَ جَارَتَنَا  *  أنْ لَا يُجَاوِرَنَا إلَّاكِ دَيَّارُ
Aku tidak memperdulikan ketika kamu menjadi tetanggaku ,yaitu ketika tidak ada seseorangpun yang bertetangga denganku kecuali engkau.

إلَّاكِ  Dan sebenarnya secara qiyas diucapkan إلا إيَّاكِ
FAEDAH
 Mushannif memberikan contoh ya’ kaf dan ha’ karena ketiga lafadz tersebut mewakili dari macam-macam isim dhamir muttashil,dan mushannif mendahulukan mutakalim (ya’) dari mukhatab (kaf) dan mendahulukan mukhatab (kaf) dari ghaib (ha’) karena sesuai kemuliaannya.
 Ha’ dalam dhamir didhammah seperti : هُمْ  kecuali ketika mengiringi kasrah ,seperti : بِهِمْ  atau mengiringi ya’ seperti : سَلِيهِ  .

HUKUM DHAMIR
وَلَفْظُ مَا جُرَّ كَلَفْظِ مَا نُصِـــــبْ ۞ وَكُلُّ مُضْمَـــرٍ لَـهُ الْبِـنَـــا يَجِـــــبْ
Setiap isim dhamir wajib mabni ,dan dhamir yang dibaca jar seperti dhamir yang dibaca nashab.

Setiap isim dhamir adalah mabni,karena menyerupai huruf dalam hal kejumudannya (tidak bisa ditashrif) karena itu isim dhamir tidak bisa ditashghir,ditasniyahkan dan dijama’kan.
Apabila sudah ditetapkan kemabniannya,maka diantara isim dhamir terdapat lafadz dhamir yang ketika tingkah nashab dan jar bentuknya sama,yaitu setiap dhamir nashab dan jar yang muttashil,seperti :
1. أكْرَمْتُكَ  Dengan لَكَ
2. إنَّهُ  Dengan لَهُ
3. إنِّيْ  Dengan بِيْ

FAEDAH
 Kesamaan dhamir nashab dan jar tersebut dalam bentuk huruf,maka ketika harakatnya berbeda tidak merupakan masalah,seperti : ضَرَبْتُهُ dan لَهُ ,dhamir ha’ bentuknya sama akan tetapi harakatnya berbeda,yaitu dalam tingkah nashab dibaca dhammah sedangkan  dalam tingkah jar dibaca kasrah.
 Menurut pendapat lain alasan isim dhamir mabni adalah karena serupa dengan huruf dalam segi makna ,yaitu dhamir menunjukkan makna takalum,khitab dan ghaib.
Menurut pendapat lain : syibeh wadl’i
Menurut pendapat lain syibeh iftiqar.

كَاعْرِفْ بِنَــــــا فَإِنَّنَا نِلْنَـــــا الْمِنَحْ ۞ لِلرَّفْعِ وَالنَّصْبِ وَجَــــرٍّ نَا صَلَــحْ
dhamir نَا  patut Bagi rafa’ ,nashab dan jar,seperti contoh : اعْرِفْ بِنَــــــا فَإِنَّنَا نِلْنَـــــا الْمِنَحْ
غَـابَ وَغَـيْــــرِهِ كَقَامَا وَاعْلَمَـــــا  ۞ وَأَلِـفٌ وَ الْوَاوُ وَ النُّـوْنُ لِمَــــــا
Adapun alif ,wawu dan nun untuk ghaib dan selainnya ,seperti : قَامَا dan اعْلَمَـــــا 
كَافْعَلْ أُوَافِقْ نَغْتَبِــــطْ إِذْ تَشْكُرُ ۞ وَ مِنْ ضَمِيْرِ الرَّفْــــعِ مَـا يَسْتَتِــــرُ 
Termasuk dhamir rafa’ adalah isim yang tersimpan ,seperti : افْعَلْ أُوَافِقْ نَغْتَبِــــطْ إِذْ تَشْكُرُ
وَأَنْتَ وَ الْفُـــــرُوْعُ لاَ تَشْـتَبِـــــهُ ۞ وَذُو ارْتِفَاعٍ وَ انْفِصَـــــالٍ أَنَـا هُوْ
Adapun dhamir rafa’ yang munfashil adalah dan dan dan cabang-cabangnya,yang tidak serupa
إِيَّايَ وَ التَّفْـرِيْــــــعُ لَيْسَ مُشْكِلاَ ۞ وَذُو انْتِصَابٍ فيِ انْفِصَــــالٍ جُعِلاَ
Adapun dhamir nashab munfashil,adalah ,dan cabang-cabangnya yang tidak musykil
إِذَا تَأَتَّـــــى أَنْ يَجِيْءَ الْمُتَّصِـــــلْ ۞ وَفيِ اخْتِيَارٍ لاَ يَجِيْءُ الْمُنْفَصِــــلْ
Dan dalam waktu ikhtiyar,tidak boleh mendatangkan dhamir munfashil,ketika masih mungkin mendatangkan dhamir muttashil


(للرفع) Beserta tunggalnya ma'na dan sambung dengan amilnya.
(و غيره) yaitu mukhatab.
(كقاما) dan   قاموا  dan قمن
(و إعلما) dan إعلموا  dan إعْلَمْنَ
(ما يستتر) secara wajib/ jawaz
Maka arti dari wajib adalah tidak menguasainya amil pada isim dhahir atau dhamir munfashil, seperti : أقوم
Dan jaiznya tersimpan adalah sebaliknya.
Dan yang dimaksud tersimpan jawaz adalah : bukan jawaz dan sahnya menjelaskan dhamir, karena tidak mungkin diucapkan قام هو  dengan menjadikan lafadz هو   sebagai fa'il, karena dhamir yang tersimpan secara mutlaq tidak bisa diucapkan secara asal.
Dan secara haqiqat hendaknya diucapkan amil terbagi pada amil yang tidak bisa merafa'kan kecuali dhamir yang tersimpan, seperti: أقوم 
Dan amil yang bisa merafa'kan dhamir mustatar dan yang lainnya seperti : قام
(و ذوإرتفاع) secara asal kebanyakan dan terlaku
Dan adapun ketika datang dhamir rafa’ yang dibaca rafa’ ,maka itu hanyalah sebagai ganti dari dhamir jar,seperti : ما أنا كأنت  dan ولا أنت كأنا  karena kalau diucapkan : ما أنا ككdan لا   أنت كي maka akan menjadi tarkib yang kurang bagus,
Dan dhamir dari lafadz أنَا  dan أنْتَ adalah : أنْ
Dan alif adalah tambahan untuk menjelaskan harakat dan ta’ adalah huruf khitab ,dan huruf-huruf yang bertemu dengan dhamir untuk menjelaskan makna yang diharapkan dari tasniyahdan yang lainnya,
Dan dhamir dalam هما dan هنَّ dan هُمْ adalah ha’ dan lafadz yang bertemu dengan dhamir adalah menjelaskan tingkah,
Dan begitu pula dhamir نحن dan هو dan هي semuanya.
(جعلا إياي) dan إيَّاكَ dan إيَّاهُ dan yang menjadi dhamir hanya ya’.
Dan yang bertemu dengan dhamir adalah untuk menjelaskan ma’na yang diharapkan dari takalum,khitab atau ghaib.
(و في إختيار) karena tujuan diletakkannya dhamir adalah peringkasan dan dhamir muttashil lebih ringkas dari dhamir munfashil,maka tidak boleh berpindah dari dhamir muttashil kecuali ada suatu alasan,seperti : إيَّاكَ نَعْبُدُ  dan لَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ dan seperti ucapan sya’ir :
بِالْبَاعِثِ اْلوَارِثِ الْأَمْوَاتِ قَدْ ضَمِنَتْ  *  إِيَّاهُمُ الْأَرْضُ فِي الدَّهْرِ الدَّهَارِيْرِ
Demi allah dzat yang membangkitkan dan mewariskan


LAFADZ ISIM DHAMIR
كَاعْرِفْ بِنَــــــا فَإِنَّنَا نِلْنَـــــا الْمِنَحْ ۞ لِلرَّفْعِ وَالنَّصْبِ وَجَــــرٍّ نَا صَلَــحْ
dhamir نَا  patut Bagi rafa’ ,nashab dan jar,seperti contoh : اعْرِفْ بِنَــــــا فَإِنَّنَا نِلْنَـــــا الْمِنَحْ

Termasuk dhamir yang bentuknya serupa adalah dhamir yang serupa dalam :
Rafa’ : نِلْنَا
Nashab : إنَّنَا
Jar : إعْرِفْ بِنَا

Dhamir نا  dalam tingkah rafa’ berbentuk نا  begitu pula tingkah nashab dan jar,bentuknya sama dalam lafadz dan ma’na.

FAEDAH
 Tidak hanya dhamir نا  yang sama dalam 3 i’rab ,ada ya’ dhamir,akan tetapi ketika tingkah rafa’ maknanya menjadi mukhatab,bukan mutakalim seperti :
Rafa’ : قُوْمِيْ   (untuk mukhatabah)
Nashab : إنِّيْ (untuk mutakalim)
Jar : لِي  (untuk mutakalim)
 Begitu pula dhamir هُم  yang sama dalam 3 tingkah,akan  tetapi dhamir هُم  sama dalam bentuk nashab dan jar,dan akan menjadi beda ketika berada pada tingkah rafa’ yaitu berupa dhamir munfashil. seperti :
Rafa’ : هُم
Nashab :إنَّهُمْ
Jar : لهُم .

 Mushannif tidak menyebutkan dhamir ya’ dan هُم  karena tidak menyerupai dhamir dalam segala segi.

ALIF WAWU DAN NUN
غَـابَ وَغَـيْــــرِهِ كَقَامَا وَاعْلَمَـــــا  ۞ وَأَلِـفٌ وَ الْوَاوُ وَ النُّـوْنُ لِمَــــــا
Adapun alif ,wawu dan nun untuk ghaib dan selainnya ,seperti : قَامَا dan اعْلَمَـــــا 

Dhamir wawu,alif dan nun merupakan bentuk dhamir-dhamir muttashil yang bisa untuk ghaib dan untuk mukhatab,yang ghaib seperti contoh :
1. الزَّيْدَانِ قَامَا   .
2. الزَّيْدُوْنَ قَامُوا  .
3. الهِنْدَاتُ قُمْنَ  .
Dan contoh mukhatab,adalah :
1. إعْلَمَا.
2. إعْلَمُوْا.
3. إعْلَمْنَ.
Dan inilah yang dimaksud mushannif dengan لما غاب و غيره   yaitu untuk ghaib dan untuk mukhatab. 
CATATAN
 Lafadz و غيره    dalam bait, memberikan pengertian bahwa selain ghaib adalah mutakalim dan mukhatab ,akan tetapi sebenarnya adalah mukhatab saja,karena dhamir wawu,alif dan nun secara asal tidak masuk pada mutakalim,tapi hanya untuk ghaib dan mukhatab.
 Lafadz و أَلِفٌ ditarkib sebagai mubtada’ dan yang membolehkannya (musawwigh )menjadi mubtada’ adalah athafnya isim ma’rifat pada lafadz : أَلِفٌ   .

DHAMIR MUSTATIR DAN BARIZ
كَافْعَلْ أُوَافِقْ نَغْتَبِــــطْ إِذْ تَشْكُرُ ۞ وَ مِنْ ضَمِيْرِ الرَّفْــــعِ مَـا يَسْتَتِــــرُ 
Termasuk dhamir rafa’ adalah isim yang tersimpan ,seperti : افْعَلْ أُوَافِقْ نَغْتَبِــــطْ إِذْ تَشْكُرُ
Dhamir mustatar adalah :
هُوَ مَا لَا وُجُوْدَ لَهُ فِي اللَّفْظِ وَ إِنَّمَا هُوَ أَمْرٌ عَقْلِي لِأَنَّ الْعَرَبَ مَبْنِى كَلَامِهِمْ عَلَى الإخْتِصَارِ
Dhamir  mustatir yaitu dhamir yang tidak wujud dalam lafadz ,dan merupakan perkara yang bersifat aqli ,karena omongan orang arab digalang dari peringkasan.
Seperti contoh : قُم 
Lafadz قُم  secara aqal menyimpan dhamir,yang kalau ditampakkan menjadi : قُم أنْتَ  akan tetapi dhamir tidak tampak dalam lafadz قُم ,hanya secara aqal saja wujudnya.

Dhamir mustatir dibagi menjadi dua :
1. Mustatir wujub.
2. Mustatir jawaz.

1. Mustatir wujub
Dhamir mustatir wujub adalah :
هُوَ مَا لَا يَخْلُفُهُ ظَاهِرٌ وَ لَا ضَمِيْرٌ مُنْفَصِلٌ 

Yaitu dhamir yang isim dhahir maupun dhamir munfashil tidak bisa mengganti kedudukannya.

Seperti contoh : إضْرِبْ
Dalam lafadz إضْرِبْ  terdapat fa’il yaitu : أنْتَ  dan hukumnya wajib tersimpan artinya tidak bisa diganti oleh isim dhahir menjadi : إضْرِبْ زَيْدٌ  (dimaksudkan perintah pada zaid) dan tidak bisa diganti oleh dhamir munfashil,seperti : إضْرِبْ أَنْتَ
Kalaupun diucapkan maka lafadz أنت  sebagai taukid dari dhamir yang wajib tersimpan .

Tempat – tempat yang wajib menyimpan dhamir ,ada 4 yaitu :
1. Fi’il amar mufrad mudzakar
Seperti contoh : إضْرِبْ
Dhamir dalam lafadz ini yaitu أنْتَ  dan wajib disimpan tidak boleh ditampakkan.
2. Fi’il mudhari’ yang dimulai dengan hamzah
Seperti contoh : أَضْرِبُ
Dhamir dalam lafadz ini yaitu أنا  dan wajib disimpan
3. Fi’il mudhari’ yang dimulai dengan nun
Seperti contoh : نَضْرِبُ
Dhamir dalam lafadz ini yaitu نَحْنُ  dan wajib disimpan
4. Fi’il mudhari’ yang dimulai dengan ta’ mukhatab mudzakar.
Seperti contoh : تَضْرِبُ .
Dhamir dalam lafadz ini yaitu أنْتَ  dan wajib disimpan


CATATAN
 Apabila dhamirnya berwaqi’kan mufrad mukhatabah atau tasniyah,jama’,maka dhamir wajib ditampakkan,seperti contoh : .
- أنْتِ تَفْعَلِيْنَ
- أَنْتُمَا تَفْعَلَانِ
- أنْتُمْ تَفْعَلُوْنَ
- أنْتُنًّ تَفْعَلْنَ

FAEDAH
 Masih ada 6 tempat lagi yang mana dhamir wajib disimpan yaitu :
1. Isim fi’il amar
Seperti contoh : صَهْ  yang bermakna أسْكُتْ
2. Isim fi’il mudhari’
Seperti contoh : أوَّهْ  yang bermakna أَتَوَجَّعُ
3. Fi’il-fi’il istisna’ خلا ؛ عدا ؛ حاشا ؛ لا يكون ؛ ليس
Seperti contoh : قَامَ الْقَوْمُ خَلَا زَيْدًا
4. Fi’il ta’ajjub
Seperti contoh : مَا أَحْسَنَ زَيْدًا
5. Af’al tafdhil
Seperti contoh : زَيْدٌ  أَكْرَمُ مِنْكَ  اَبًا
6. Mashdar yang mengganti fi’ilnya
Seperti lafadz : ضَرْبًا  yang menggantikan posisi amilnya إضْرِبْ .

 Keempat tempat dhamir mustatir diistilahkan mushannif dengan 4 contoh ,dalam lafadz : افْعَلْ أُوَافِقْ نَغْتَبِطْ إِذْ تَشْكُرُ yaitu :
1. إفْعَلْ  Fi’il amar mufrad
2. أُوَافِقْ    Fi’il mudhari’ yang dimulai dengan hamzah
3. نَغْتَبِطْ  Fi’il mudhari’ yang dimulai dengan nun
4. تَشْكُرُ  Fi’il mudhari’ yang dimulai dengan ta’
 Jika lafadz تَشْكُرُ  dibuat contoh untuk waqi’ muannats ghaib maka lebih berfaedah karena akan memuat dhamir mustatir jawaz,seperti contoh : هِنْدٌ تَشْكُرُ  ,

2. Mustatir  jawaz
هُوَ مَا يَخْلُفُهُ ظَاهِرٌ
Seperti contoh : فَعَلَ
Maksud dari  tersimpan secara jawaz adalah bukan kok boleh ditampakkan فعل هو  itu tidak,atau disimpan فعل  akan tetapi yang dimaksud adalah posisi dhamir bisa digantikan isim dhahir,menjadi : قام زَيْدٌ
Apabila dhamir ditampakkan قام هُوَ  maka هو  bukan menjadi mustatir jawaz malahan menjadi taukid dari dhamir yang tersimpan.

FAEDAH
 Dhamir-dhamir yang mustatir hanya pada i’rab rafa’ karena sebagai pokok (umdah) dan wajib menuturkannya.
Apabila tidak ditemukan maka wujudnya dikira-kirakan atau disimpan.
 Dhamir mustatir juga terjadi pada :
1. Isim fa’il زَيْدٌ قَائِمٌ
2. Isim maf’ul زَيْدٌ  مَضْرُوْبٌ
3. Sifat musyabbihat : زيد حَسَنٌ
4. Amtsilatul mubalaghah : زَيْدٌ ضُرَّابٌ .

DHAMIR BARIZ
Dhamir bariz dibagi menjadi :
1. Dhamir muttashil yang dibagi lagi menjadi 3 :
- Muttashil marfu’ : ضَرَبْتُ
- Muttashil manshub : يَضْرِبُهُ
- Muttashil majrur : بِهِ

2. Dhamir munfashil yang dibagi lagi menjadi 2 :
- Munfashil marfu’ : هُوَ
- Munfashil manshub : إيَّاهُ
Dan tidak ada munfashil majrur.

DHAMIR MUNFASHIL MARFU’
وَأَنْتَ وَ الْفُـــــرُوْعُ لاَ تَشْـتَبِـــــهُ ۞ وَذُو ارْتِفَاعٍ وَ انْفِصَـــــالٍ أَنَـا هُوْ
Adapun dhamir rafa’ yang munfashil adalah dan dan dan cabang-cabangnya,yang tidak serupa

Dalam bait ini mushannif menyebutkan dhamir munfashil tingkah rafa’ dan cabang-cabangnya yang berjumlah 12 yaitu :
1. أنَا  Untuk mutakalim wahdah
2. نَحْنُ  Untuk mutakalim muadzim nafsah
3. أنْتَ Untuk mukhatab
4. أنْتِ  Untuk mukhatabah
5. أنتُما  Untuk mukhatabain/mukhatabatain.
6. أنْتُمْ  Untuk mukhatabin
7. أنْتُنَّ  Untuk mukhatabat
8. هُوَ  Untuk ghaib
9. هِيَ  Untuk ghaibah
10. هُمَا Untuk ghaibain/ghaibatain
11. هُم Untuk ghaibin
12. هُنَّ  Untuk ghaibat.

FAEDAH
 Munfashil tingkah rafa’ maksudnya adalah mahalnya i’rab berada pada rafa’,karena isim dhamir hukumnya mabni.
 Menurut qaul yang dipilih oleh ulama’ bashrah dhamirnya lafadz أنْتَ  dan cabang-cabangnya adalah : أنْ dan huruf-huruf yang bertemu dengan dhamir hanyalah penjelas keadaan (tasniyah jama’ dst)
Dan dhamir dalam lafadz هُوَ   dan cabang-cabangnya adalah : ha’ dan huruf-huruf yang bertemu dengan dhamir hanyalah penjelas keadaan.
 Menurut ulama’ bashtrah dhamirnya انا  adalah :
Dan menurut ulama’ kufah adalah semua huruf (ketiga huruf )dalam lafadz   أنا .


DHAMIR MUNFASHIL MANSHUB
إِيَّايَ وَ التَّفْـرِيْــــــعُ لَيْسَ مُشْكِلاَ ۞ وَذُو انْتِصَابٍ فيِ انْفِصَــــالٍ جُعِلاَ
Adapun dhamir nashab munfashil,adalah ,dan cabang-cabangnya yang tidak musykil


Dhamir munfashil manshub ada 12 yaitu :

1. إيَّاي  Untuk mutakalim wahdah
2. إيَّانَا  Untuk mutakalim muadzim nafsah
3. إيَّاكَ  Untuk mukhatab
4. إيَّاكِ  Untuk mukhatabah
5. إيَّاكما  Untuk mukhatabain/mukhatabatain.
6. إيَّاكُم  Untuk mukhatabin
7. إيَّاكُنَّ   Untuk mukhatabat
8. إيَّاه  Untuk ghaib
9. إيَّاها  Untuk ghaibah
10. إيَّاهما  Untuk ghaibain/ghaibatain
11. إيَّاهم Untuk ghaibin
12. إيَّاهُنَّ Untuk ghaibat.

FAEDAH
 Menurut qaul shahih dhamirnya adalah إيَّاsaja,sedangkan yang bertemu dengan adalah huruf-huruf yang menjelaskan maksud,
Dan menurut pendapat lain kesemuaannya adalah dhamir.
 Dhamirnya adalah lafadz إيَّا  sedangkan  huruf-huruf yang bertemu dengan menurut imam sibawaih adalah huruf yang menjelaskan tingkah,dan menurut mushannif adalah isim yang dimudhafkan pada إيَّا   .

PENEMPATAN DHAMIR
إِذَا تَأَتَّـــــى أَنْ يَجِيْءَ الْمُتَّصِـــــلْ ۞ وَفيِ اخْتِيَارٍ لاَ يَجِيْءُ الْمُنْفَصِــــلْ
Dan dalam waktu ikhtiyar,tidak boleh mendatangkan dhamir munfashil,ketika masih mungkin mendatangkan dhamir muttashil

Yaitu setiap tempat yang masih dimungkinkan didatangkan dengan dhamir muttashil,maka tidak boleh pindah kepada dhamir munfashil,karena tujuan dari pelettakan dhamir adalah meringkas,maka tidak boleh meninggalkan dhamir muttashil,kecuali dalam mendatangkannya mengalami kesulitan.
Seperti : ضَرَبْتَ   tidak boleh diucapkan : ضَرَبَ أَنْتَ
Dan: إياك نَعْبُدُ
Karena dhamirnya (إياك) mendahului fi’il dan fa’il maka sulit untuk mendatangkan dhamir muttashil,karena itulah didatangkan dhamir munfashil,menjadi: إياك نعبد
Dan juga مَا قَامَ إِلاَّ هُوَ  maka tidak bisa diucapkan : مَا قَامَ إِلاَّ هُ 
Keterangan bait diatas senada dengan kaedah :
مَتَى تَأْتِي إتِّصَالُ الضَّمِيْرِ لَمْ يَعْدَلْ إِلَى إنْفِصَالِهِ

Ketika masih mungkin untuk mendatangkan dhamir muttashil maka tidak boleh pindah (dengan mendatangkan) pada dhamir munfashil.
Seperti contoh : ketika dimungkinkan untuk diucapkan أكْرَمْتُكَ   maka tidak boleh diucapkan : أَكْرَمْتُ إِيَّاكَ
Dalam sya’ir farazdaq terdapat dhamir yang masih mungkin muttashil akan tetapi berupa munfashil,yaitu :

بِالْبَاعِثِ اْلوَارِثِ الْأَمْوَاتِ قَدْ ضَمِنَتْ  *  إِيَّاهُمُ الْأَرْضُ فِي الدَّهْرِ الدَّهَارِيْرِ
Demi allah dzat yang membangkitkan dan mewariskan orang mati dan bumi telah memendamnya dalam masa yang sangat lama.

FAEDAH
 Tempat yang tidak mungkin didatangkan dhamir muttashil adalah :
1. Ketika dhamir mendahului amilnya,seperti : إيَّاكَ نَعْبُدُ
2. Ketika dhamir jatuh setelah إلا  : مَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ 
Terdapat beberapa tambahan lagi :
- Dhamirnya menjadi maf’ul dari mashdar yang diidhafahkan pada fa’ilya seperti : عَجِبْتُ مِنْ ضَرْبِ زَيْدٍ إِيَّاكَ
- Amilnya dhamir berupa huruf-huruf nafi seperti : مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ
- Dhamirnya sebagai munada’,seperti : يَا أَنْتَ
- Dhamirnya adalah dhamir kedua dari 2 dhamir yang tunggal pangkatnya,yang diamili oleh satu amil dan selain tingkah rafa’ seperti : ظَنَنْتُكَ ؛  ظَنَنْتُنِي إِيَّايَ .

Taqrirat
أَشْبَهَهُ فِيْ كُنْتُـهُ الْخُلْـــــفُ انْتَمَى ۞ وَصِلْ أَوِ افْصِلْ هَاءَ  سَلْنِيْهَ وَمَا
Muttasilkanlah atau munfashilkanlah ha’nya lafadz dan lafadz yang menyerupainya,dan dalam lafadz terdapat perselisishan.
أَخْتَارُ غَيْرِي اخْـتَـــــارَ اْلاِنْفِصَـــالاَ ۞ كَـــــذَاكَ خِلْـتَنِيْـــــهِ وَاتِّصَــــــالاَ
Begitu  pula lafadz saya memilih muttashil dan selain saya memilih munfashil
وَقَدِّمَنْ مَا شِئْتَ فيِ انْفِصَــــــالِ ۞ وَقَدِّمِ اْلأَخَــــــصَّ فيِ اتِّصَــــــالِ
Dan dahulukanlah dhamir yang lebih khusus dalam dhamir muttashil dan dahulukanlah sesukamu dalam dhamir munfashil
وَقَدْ يُبِيْحُ الْغَيْبُ فِيْـهِ وَصْــــــلاَ ۞ وَفيِ اتِّحَـادِ الرُّتْبَةِ الْزَمْ   فَصْــــلاَ
Dan dalam dhamir yang  satu pangkat wajibkanah munfashil,dan terkadang dhamir ghaib memperbolehkan muttashil.



Terjemah taqrirat
(وصل) secara asal
(أو إفصل) karena panjang
(و ما أشبهه) dari setiap kedua dari dua dhamir dan yang pertama adalah dhamir yang lebih khusus dan selain rafa’,dan amil didalamnya tidak merusak mubtada’,maka diucapkan سَلْنِيْهِ  dan سَلْنِي إِيَّاهُ 
(في كنته) ketika khabarnya dan saudara-saudaranya berupa dhamir
(الخلف) yang dipilih dari keduanya
(خلتنيه) atau yang menyerupainya yaitu dari setiap kedua dari dua dhamir dan yang pertama adalah dhamir yang lebih khusus dan selain rafa’,dan amil didalamnya merusak mubtada’
(إتصالا أختار) dalam 2 bab karena asal ,dan karena hadits nabi :
إنْ يَكُنْهُ فَلَنْ تُسَلِّطَ عَلَيْهِ وَ إِلَّا يَكُنْهُ فَلَا خَيْرَ لَكَ فِي قَتْلِهِ
(غيري) yaitu imam sibaweh ,dan tidak dijelaskan karena menjaga adab.
(إختار الإنفصالا) dalam keduanya ,karena dhamir dalam bab adalah khabar secara asal,dan hak dari khabar adalah munfashil,dan keduanya didengar,  (dari orang arab)
(الأخص) dari dua dhamir dalam 3 bab  atas lainyya yang tidak khusus dari keduanya secara wajib,
Maka didahulukanlah dhamir mutakalim atas mukhatab,dan mukhatab atas ghaib,seperti : الدِّرْهَمُ أَعْطَيْتُكَهُ
(في إنفصال) ketika aman dari keserupaan ,seperti : الدِّرْهَمُ أَعْطَيْتُهُ إِيَّاك dan أَعْطَيْتُكَ إيَّاهُ 
Apabila dikhawatirkan terjadi keserupaan maka tidak boleh mendahulukan ghaib,maka tidak boleh diucapkan زَيْدٌ أَعْطَيْتُهُ إِيَّاَك
Karena tidak diketahui apakah zaid sebagai yang diambil atau pengambil
(و في إتحاد الرتبة) pangkatnya dhamir,denga gambaran keduanya berupa dhamir mutakalim,mukhatab atau ghaib
(إلزم فصلا) pada dhamir yang kedua,seperti : سَلْنِي إِيَّايَ   dan  أعْطَيْتُكَ إِياَّكَ
(و قديبيح الغيب) besertaan beda dalam lafadznya,seperti : هُمْ أَحْسَنُ وُجُوْهًا وَ أَنْضَرُهُمُوْهَا


PENJELASAN :
أَشْبَهَهُ فِيْ كُنْتُـهُ الْخُلْـــــفُ انْتَمَى ۞ وَصِلْ أَوِ افْصِلْ هَاءَ  سَلْنِيْهَ وَمَا
Muttasilkanlah atau munfashilkanlah ha’nya lafadz dan lafadz yang menyerupainya,dan dalam lafadz terdapat perselisishan.
أَخْتَارُ غَيْرِي اخْـتَـــــارَ اْلاِنْفِصَـــالاَ ۞ كَـــــذَاكَ خِلْـتَنِيْـــــهِ وَاتِّصَــــــالاَ
Begitu  pula lafadz saya memilih muttashil dan selain saya memilih munfashil

Dalam dua bait ini mushannif menjelaskan tempat-tempat yang boleh didatangkan dengan dhamir munfasil besertaan masih mungkinnya menggunakan dhamir muttasil.
Dengan memberikan  contoh : سلنيه  yaitu setiap fi’il yang muta’adi pada dua maf’ul yang dhamir kedua bukan merupakan khabar dalam asalnya
Maka  seperti lafadz سلنيه  boleh diucapkan سَلْنِيْهِ  dengan dhamir muttasil atau سَلْنِي إِياَّهُ  dengan munfashil, begitu pula setiap fi’il yang menyerupainya,seperti : الدِّرْهَمُ أَعْطَيْتُكَهُ وَ أَعْطَيْتُكَ إِيَّاُه

Dan في كنته الخلف إنتمى   maksudnya adalah ketika khabarnya كان  dan saudara-saudaranya berupa dhamir maka boleh memutasilkan    seperti : كُنْتُهُ       atau memunfasilkannya كُنْتُ إِيَّاهُ
Dan terdapat perselisihan
- Mushannif  Memilih muttashil
- Imam  sibaweh  Memilih munfashil
Begitu pula yang dipilih dalam contoh : خِلْتَنِيْهِ  yaitu setiap fiil yang muta’adi pada dua maf’ul yang kedua secara asal merupakan khabar, maka mushannif memilih muttashil seperti : خِلْتَنِيْهِ   dan imam sibaweh memilih munfashil ,seperti : خِلْتَنِيْ إيَّاهُ 

FAEDAH
 Madzhabnya imam sibaweh lebih unggul karena banyak terlaku dan familiar pada lisan orang arab.
 Mushannif memilih muttashil karena merupakan asal,dan dalam kalam nadzam ataupun nastsar banyak terlaku.


وَقَدِّمَنْ مَا شِئْتَ فيِ انْفِصَــــــالِ ۞ وَقَدِّمِ اْلأَخَــــــصَّ فيِ اتِّصَــــــالِ
Dan dahulukanlah dhamir yang lebih khusus dalam dhamir muttashil dan dahulukanlah sesukamu dalam dhamir munfashil

Dhamir mutakalim lebih khusus dibanding dhamir mukhatab dan dhamir mukhatab lebih khusus dari dhamir ghaib.
Dan apabila terkumpul dua dhamir yang salah satunya lebih khusus dari yang lain maka wajib mendahulukan yang khusus dari keduanya ,seperti contoh : الدِّرْهَمُ أَعْطَيْتُكَهُ وَ أَعْطَيْتَنِيْهِ
Dengan mendahulukan kaf pada ha’ dan ya’ pada ha’
Dan tidak boleh mendahulukan ha’ ,seperti : الدِّرْهَمُ أَعْطَيْتُهُوْكَ وَ أَعْطَيْتُهُوْنيِ
Apabila keduanya terpisah maka boleh memilih yaitu apabila menghendaki maka dahulukanlah yang lebih khusus,seperti : الدِّرْهَمُ أَعْطَيْتُكَ إيَّاهُ
Dan apabila  menghendaki maka dahulukanlah yang tidak khusus,seperti : أعْطَيْتُهُ إِيَّاكَ 
Dan ini yang dimaksud mushannif dengan : و قد من ما شئت

FAEDAH
 Boleh mendahulukan dhamir selain akhas dalam dhamir munfashil dengan catatan ketika aman dari keserupaan,
Apabila terjadi keserupaan maka tidak boleh ,seperti : زَيْدٌ أَعْطَيْتُهُ إِيَّاكَ
Karena tidak bisa dideteksi apakah zaid sebagai pengambil atau yang diambil.
 Alasan tidak boleh mendahulukan dhamir yang tidak akhas atas dhamir yang akhas,adalah khawatir adanya keserupaan ,dan untuk menghindari keserupaan itu maka fa’il secara ma’na yaitu pengambil wajib didahulukan زَيْدٌ أَعْطَيْتُكَ إِيَّاهُ  .

وَقَدْ يُبِيْحُ الْغَيْبُ فِيْـهِ وَصْــــــلاَ ۞ وَفيِ اتِّحَـادِ الرُّتْبَةِ الْزَمْ   فَصْــــلاَ
Dan dalam dhamir yang  satu pangkat wajibkanah munfashil,dan terkadang dhamir ghaib memperbolehkan muttashil.

Apabila terkumpul dua dhamir yang dibaca nashab,dan tunggal dalam pangkatnya,seperti ketika keduanya berupa mutakalim atau mukhatab atau ghaib,maka wajib memisah salah satunya,maka ucapkanlah :
- أَعْطَيْتَنِي إِيَّايَ
- أَعْطَيْتُكَ إيَّاكَ
- أَعْطَيْتُهُ إيَّاهُ
Dan tidak boleh memutashilkan dhamir ,maka tidak boleh diucapkan :
- أَعْطَيْتَنِينِي
- أَعْطَيْتُكَكَ
- أَعْطَيْتُهُهُ

Dan maksud dari perkataan mushannif و قد يبيح الغيب  adalah terkadang ketika kedua dhamir tersebut berupa ghaib dan lafadz/bentuknya berbeda,maka keduanya bisa muttashil ,seperti : الزَّيْدَانِ الدِّرْهَمُ أَعْطَيْتُهُمَاهُ. 

FAEDAH
 Berbedanya lafadz ghaib adalah dalam mufrad dan mudzakar beserta cabang-cabangnya.





Taqrirat
نُـــــوْنُ وِقَـايَةٍ وَ لَيْسِــيْ قَدْ نُظِمْ ۞ وَقَبْلَ يَا النَّفْسِ مَعَ الْفِعْــــلِ  الْتُزِمْ
Dan tetapkanlah nu wiqayah sebelum ya’mutakalim besertaan fi’il dan lafadz  لَيْسِــيْ  dinadzamkan
وَمَعْ لَعَلَّ اعْكِسْ وَكُنْ مُخَيّـــــَرَا ۞ وَلَيْتَـنِـــيْ فَـشَـــــا وَلَيْـتِـــــيْ نَدَرَا
Dan لَيْتَـنِـــيْ  lafadz masyhur dan lafadz لَيْـتِـــــيْ langka ,dan baliklah hukum pada لَعَلَّ
Dan pilihlah
مِنِّيْ وَعَنِّيْ بَعْضُ مَنْ  قَدْ سَلَفَــــا ۞ فيِ الْبَاقِيَـــــاتِ وَاضْطِرَارًا خَفَّـفَــا
Dalam huruf-huruf yang lain,
Dan sebagian ulama’ ada yang mentakhfif nunnya lafadz مِنِّيْ dan عَنِّيْ  ketika tingkah dharurat
قَدْنِيْ وَقَطْنِي اْلحَذْفُ أَيْضًـــا قَدْ يَفِيْ ۞ وَ فِيْ لَـدُنِّيْ لَدُنِيْ قَــــــلَّ وَفـــــِيْ
Dan dalam lafadz لَـدُنِّيْ dan lafadz لَدُنِيْ  dan dalam lafadz قَدْنِيْ وَقَطْنِي terkadang terdapat pembuangan



Terjemah taqrirat
(نون وقاية) dinamakan seperti itu karena nun ini menjaga fi’il dari dibaca kasrah,dan terkadang nun wiqayah diidghamkan dengan nun rafa’ seperti : أتُحَاجُّوْنِّي  dan تَأْمُرُوْنِّي  dan terkadang salah satunya dibuang secara ringan ,dan menurut qaul shahih nunnya adalah nun rafa’ karena disediakan untuk dibuang,dalam contoh : يَضْرِبْنَ 
(و ليسي قد نظم) karena menyerupai dengan huruf dalam hal jumudnya,seperti ucapan sya’ir  :

عَدَدْتُ قَوْمِيْ كَعَـدِيْدِ الطَّيْسِ  *  إِذْ ذَهَبَ الْقَـوْمُ  الكِرَامُ لَيْسِيْ
Saya menghitung qaumku seperti menghitung tumpukan pasir,ketika kaumku yang mulia-mulia pergi meninggalkanku.
(و ليتني) disamakn dengan fi’il karena menyerupainya dalam ma’na ,yaitu bermakna أَتَمَنَّى
Dan serupa dalam amal,karena menashabkan dan merafa’kan tanpa adanya penghalang,seperti : يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوْزَ فَوزًا عَظِيْمًا
(و ليتي ندرا) seperti ucapan sya’ir :

كَمُنْيَةِ جَـابِرٍ  إِذْ قَـالَ لَيْتِيْ   *  أُصَـادِفُهُ وَأُتْلِـفُ جُلَّ مَالِيْ
Seperti berharapnya jabir ketika berkata : semoga aku bisa bertemu zaid dan menghabiskan seluruh hartaku atas kematiannya

(و  مع لعل) karena terkadang dijarkan ,dan dalam alquran
لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ  أَسْبَابَ السَّمَوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوْسَى
dan seperti ucapan sya’ir :

لَعَلَّ أَبِي الْمِغْوَارِ مِنْكَ قَرِيْبُ
Dan sedikit yang menetapkan nun seperti dalam sya’ir :

فَقُلْتُ أَعِيْرَانِي الْقَـدُوْمَ لَعَلَّنِيْ   *   أَخُطُّ بِهَا قِـبْرًا  لأِبْيَضَ مَاجِدِ
Saya berkata : pinjamkanlah aku kapak supaya aku bisa mengukir sebuah rangka untuk pedang yang tajam dan mengkilat

(و كن مخيرا في الباقيات) yaitu : إنَّ ؛ أنَّ ؛ لكِنَّ ؛ كَأَنَّ  maka kamu boleh memilih antara menemukan nun atau tidak hukumnya sama,maka kamu ucapkan : إنِّي ؛ إِنَّنِي كَأَنِّي ؛ كَأَنَّنِي ؛  لَكِنِّي ؛ لَكِنَّنِي
Menetapkan nun karena terdapat keserupaan dengan fi’il dalam ma’na dan pengamalan.dan membuangnya karena berturut-turutnya huruf yang sama.
(إضطرارا) seperti ucapan sya’ir :

أَيُّهَا السَّـائِلُ عَنْـهُمُ وَعَـنِيْ  *  لَسْتُ مِنْ قَيْسٍ وَلاَ قَيْـسُ مِنِيْ
Wahai orang  yang bertanya tentang golongan dan diriku,aku bukan dari golongan qais ,dan qais bukan dari golonganku.

Dan hukum yang banyak adalah menetapkan nun karena untuk menjaga kemabniannya.
(لدني قل) Imam Nafi’ membaca : قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِي عُذْرًا   dengan tanpa tasydid
(قدني و قطني) dengan  arti cukup,
Dan menetapkan nun dan membuangnya terkumpul dalam sya’ir :


قَدْنِيْ مِنْ نَصْرِ الْخُـبَيْبَيْنِ قَدِيْ  *  لَيْسَ اْلإِمَامُ بِالشَّحِيْحِ الْمُلْحِـدِ
Yang menjadi kecukupanku adalah pertolongan dua hubaib,dan raja hubaib bukanlah raja yang kikir dan menyimpang dari kebenaran.


Penjelasan

Nun wiqayah

نُـــــوْنُ وِقَـايَةٍ وَ لَيْسِــيْ قَدْ نُظِمْ ۞ وَقَبْلَ يَا النَّفْسِ مَعَ الْفِعْــــلِ  الْتُزِمْ
Dan tetapkanlah nu wiqayah sebelum ya’mutakalim besertaan fi’il dan lafadz  لَيْسِــيْ  dinadzamkan


Ketika fi’il bertemu dengan ya’ mutakalim maka wajib bertemu dengan Nun wiqayah yang berfungsi  menjaga fi’il dari dibaca kasrah dan nun wajib diharakati kasrah untuk menyesuaikan dengan huruf ya’,seperti : أَكْرِمْنِي ؛  يُكْرِمُنِي ؛  أَكْرِمْنِي

Terdapat pembuangan nun wiqayah bersama dengan lafadz ليس  dalam nadzam secara syadz :
عَدَدْتُ قَوْمِيْ كَعَـدِيْدِ الطَّيْسِ  *  إِذْ ذَهَبَ الْقَـوْمُ  الكِرَامُ لَيْسِيْ
Saya menghitung qaumku seperti menghitung tumpukan pasir,ketika kaumku yang mulia-mulia pergi meninggalkanku.


FAEDAH
 Dinamakan nun wiqayah karena menjaga (wiqayah) fi’il dari dibaca kasrah yang akan mendekati serupa dengan isim yang dimudhafkan pada ya’ mutakalim,seper  ketika lafadz ضَرَبَنِيْ  diucapkan ضَرَبِيْ  maka akan serupa dengan mashdar yang kemasukan ya’ mutakalim.
 Dinamakan ياء النفس  karena ma’nanya khusus untuk mutakalim dengan dalil berupa lafadz setelahnya yaitu : ليسي   .
 Nun wiqayah dibuang ketika bertemu ليس  karena serupa dengan huruf dalam segi kejumudannya (tidak bisa ditashrif).


MEMBUANG NUN WIQAYAH DALAM HURUF
وَمَعْ لَعَلَّ اعْكِسْ وَكُنْ مُخَيّـــــَرَا ۞ وَلَيْتَـنِـــيْ فَـشَـــــا وَلَيْـتِـــــيْ نَدَرَا
Dan لَيْتَـنِـــيْ  lafadz masyhur dan lafadz لَيْـتِـــــيْ langka ,dan baliklah hukum pada لَعَلَّ
Dan pilihlah
مِنِّيْ وَعَنِّيْ بَعْضُ مَنْ  قَدْ سَلَفَــــا ۞ فيِ الْبَاقِيَـــــاتِ وَاضْطِرَارًا خَفَّـفَــا
Dalam huruf-huruf yang lain,
Dan sebagian ulama’ ada yang mentakhfif nunnya lafadz مِنِّيْ dan عَنِّيْ  ketika tingkah dharurat

Dalam dua bait ini mushannif menuturkan hukum nun wiqayah ketika bersama dengan kalimah huruf ,yaitu :
a. ليت
Nun wiqayah tidak dibuang ketika bertemu ليت ,kecuali langka seperti :
كَمُنْيَةِ جَـابِرٍ  إِذْ قَـالَ لَيْتِيْ   *  أُصَـادِفُهُ وَأُتْلِـفُ جُلَّ مَالِيْ
Seperti berharapnya jabir ketika berkata : semoga aku bisa bertemu zaid dan menghabiskan seluruh hartaku atas kematiannya
b. لعل
Nun wiqayah dalam لعل  adalah kebalikan  hukum pada لعل  ,menurut lughat yang fashih adalah menyepikan dari nun wiqayah dan sedikit yang menetapkan nun ,seperti ucapan sya’ir
فَقُلْتُ أَعِيْرَانِي الْقَـدُوْمَ لَعَلَّنِيْ   *   أَخُطُّ بِهَا قِـبْرًا  لأِبْيَضَ مَاجِدِ
Saya berkata : pinjamkanlah aku kapak supaya aku bisa mengukir sebuah rangka untuk pedang yang tajam dan mengkilat.
c. Nun wiqayah yang masuk pada selain diatas  yaitu : إنَّ ؛ أنَّ ؛ لكِنَّ ؛ كَأَنَّ hukumnya bisa memilih antara menetapkan nun atau tidak menetapkan .

Kemudian mushannif menyebutkan lafadz yang wajib kemasukan nun wiqayah yaitu : من  dan عن
Dan terdapat orang yang membuang nun tersebut dan hukumnya syadz seperti ucapan sya’ir
أَيُّهَا السَّـائِلُ عَنْـهُمُ وَعَـنِيْ  *  لَسْتُ مِنْ قَيْسٍ وَلاَ قَيْـسُ مِنِيْ
Wahai orang  yang bertanya tentang golongan dan diriku,aku bukan dari golongan qais ,dan qais bukan dari golonganku.


قَدْنِيْ وَقَطْنِي اْلحَذْفُ أَيْضًـــا قَدْ يَفِيْ ۞ وَ فِيْ لَـدُنِّيْ لَدُنِيْ قَــــــلَّ وَفـــــِيْ
Dan dalam lafadz لَـدُنِّيْ dan lafadz لَدُنِيْ  dan dalam lafadz قَدْنِيْ وَقَطْنِي terkadang terdapat pembuangan

Dan dalam lafadz لدني ,hukum yang paling banyak dalam lafadz ini adalah menetapkan nun wiqayah ,karena untuk menjaga kemabniannya, ,seperti firman Allah SWT :
قَدْ  بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرَا
Dan sedikit yang membuangnya ,seperti qira’ahnya imam nafi’ :
قَدْ  بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِي
Dan dalam قَدْ  dan قَطْ  hukumnya adalah menetapkan nun seperti : قَدْنِيْ ؛ قَطْنِي  yang mempunyai arti cukup
Dan sedikit yang membuang nun,seperti : قَدِيْ ؛ قَطِيْ
Dan menetapkan nun dan membuangnya terkumpul dalam sya’ir  :
قَدْنِيْ مِنْ نَصْرِ الْخُـبَيْبَيْنِ قَدِيْ  *  لَيْسَ اْلإِمَامُ بِالشَّحِيْحِ الْمُلْحِـدِ
Yang menjadi kecukupanku adalah pertolongan dua hubaib,dan raja hubaib bukanlah raja yang kikir dan menyimpang dari kebenaran.

FAEDAH
 Dalam lafadz إنَّ ؛ أنَّ ؛ لكِنَّ ؛ كَأَنَّ  menetapkan nun adalah karena serupa dengan fi’il,dan membuang nun karena banyaknya huruf yang sama,dan ini akan memberatkan.
 Terkecuali dari قد  dan قط  adalah قد  yang harfiyah dan قط  yang dharfiyah ,karena kedua lafadz tersebut tidak menerima ya’mutakalim.

Komentar

  1. youtube.com / youtube.com/ youtube.com - Videoodl
    youtube.com youtube.com youtube.com youtube.com youtube.com. youtube.com youtube.com. youtube.com.youtube.youtube.com. youtube.com. youtube.com.youtube.com. youtube.youtube.com. best youtube to mp3 youtube.youtube.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofiyullah alkahfi alfiyah bab fail

Shofiyullah Alkahfi alfiyah bab maful mutlaq

Shofiyullah alkahfi alfiyah bab tanazu'